Teka-teki kuliah tatap muka masih menjadi tanda tanya besar, terutama bagi mahasiswa Universitas Riau (UNRI). Berdasarkan hasil rapat yang dihadiri seluruh Dekan, 21 September lalu, UNRI tetap melangsungkan kegiatan belajar secara daring. Keputusan tersebut juga merujuk pada surat edaran dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nomor 4 tahun 2021.

Rahman Karnila, Dosen Fakultas Perikanan menyebut, aturan ini diutamakan untuk jurusan humaniora. Sisanya, boleh berkegiatan langsung dengan melihat jumlah kapasitas dan membagi beberapa shift. Pun syarat-syarat lain yang harus dipatuhi. Antara lain mahasiswa dalam keadaan sehat, mendapati izin dari orang tua, adanya karantina dari mahasiswa yang berasal luar daerah, dan pembelajaran daring bagi yang tidak bersedia ikut.

“Seperti Fakultas Kedokteran dan Keperawatan. Kan ga mungkin mau suntik boneka,” terangnya.

Ketentuan pelaksanaaan tersebut menjadi pertimbangan pihak kampus untuk tetap membuat kebijakan secara virtual. Karena sering kali, izin dari orangtua menjadi salah satu kendala pelaksanaan luring.

Lanjut Rahman, untuk seminar proposal dan pascasarjana juga bisa dilakukan secara tatap muka. Pasalnya, jumlah peserta yang terlibat tidak banyak. Kapasitas seminar tidak lebih dari 10 kehadiran. “S1 kalau bisa online yah online saja dulu. Kecuali untuk praktikum dan seminar proposal gitu.”

Mengingat fasilitas penunjang belajar yang tak lengkap, Rahman menilai cukup rumit untuk lakukan pembelajaran dengan dua model sekaligus. Sehingga dibuatlah kebijakan luring bagi yang membutuhkan.

Rahman juga tegas meminta mahasiswa yang kuliah secara langsung untuk melaporkan pada Satgas. Juga, patuh protokol kesehatan. Mulai dari menggunakan masker tiga lapis, menjaga jarak, pengecekan suhu tubuh, dan penerapan batuk atau bersin yang benar.

“Kita tidak melarang untuk offline, tapi harus melapor ke satgas. Tidak boleh sembunyi-sembunyi,” tukasnya.

Iwantono selaku Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan dan Alumni juga angkat bicara. Ia menilai, pembelajaran tatap muka tidak salah jika dilakukan. Salah satu caranya adalah dengan pembagian per angkatan. Selain itu, lama pembelajaran bisa dipercepat dari waktu yang telah ditetapkan.

“Misalnya ada 15 pertemuan, buat saja 8 kali pertemuan secara offline. Sisanya online,” ucap Iwantono.

Iwantono pun akui bila persiapan untuk belajar luring telah disiapkan. Salah satunya denga regulasi pembuatan buku Pedoman Belajar Mengajar (PBM) semas hybrid. Buku ini bahkan telah didistribusikan ke tiap fakultas sejak semester lalu.

Ia kembali ceritakan, Forum Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia telah adakan audiensi pada 13 September, di Universitas Sebelas Maret. Ada beberapa hal yang dibahas. Di antaranya melaporkan kondisi di lingkungan sekitar kampus, sistem kuliah ke depannya, juga vaksinasi.

Tak jarang, isu kuliah tatap muka menimbulkan polemik di kalangan mahasiswa. Fernandes Simamora misalnya. Mahasiswa Teknik Kimia 2018 ini bilang, ilmu eksakta dengan materi perhitungan sangat sulit bila diajarkan melalui cara daring. Beberapa dosen pun hanya memberi tugas tanpa ada penjelasan lanjut.

“Jika semester depan tetap online, mau tidak mau harus menghadapinya. Itu tergantung dari kita sebagai mahasiswa untuk pandai-pandai dalam beradaptasi secara online,”  keluhnya.

Pendapat serupa juga disampaikan Ahmad Afandy, Mahasiswa Sosiologi 2021. Menurutnya, kuliah secara virtual memiliki beberapa kendala. Seperti jaringan dan kuota internet.

Fandy—begitu sapaannya, juga lakukan vaksinasi sebagai persiapan menyambut kuliah tatap muka. “Soalnya ada isu, Unilak [Universitas Lancang Kuning] akan offline. Jadi siapa tahu UNRI juga bakalan offline.”

Terakhir, Fandy berharap, tingkat kasus positif Covid-19 di Riau menurun. Sehingga perkuliahan secara luring bisa segera terlaksana.

“Semoga bisa segera bertemu dengan teman-teman dan dosen,” tutup Fandy.

Penulis: Ellya Syafriani

Editor: Firlia Nouratama