Penanganan kasus kekerasan seksual oleh Syafri Harto belum juga temukan titik terang, setelah berselang sebulan lebih. Hingga kini, tindakan tegas secara administratif oleh pimpinan masih menguap. Meski berulang kali mahasiswa menuntutnya. Mulai dari aksi, berkirim surat, dan lainnya.

Kabar kedatangan Chatarina Muliana Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Kemendikbud-Ristek sampai ke telinga Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi). Niatnya tak lain mengetahui bagaimana perkembangan kasus kekerasan seksual oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik itu. Sore hari (14/12), Chatarina bertemu dengan Bintang di luar kampus

Malam hari, belasan mahasiswa mengepung pintu depan dan belakang gedung Rektorat Universitas Riau (UNRI). Mulai pukul delapan malam, mereka sudah siap berjaga. Beberapa satpam turut pasang badan di halaman rektorat. Bertemu dengan Chatarina adalah tujuan.

Namun, rombongan Chatarina belum jua tampak, walau sudah hitungan jam menanti. Jelang pukul sepuluh malam, barulah mereka datang. Massa pun langsung mengerubungi Chatarina. Rifqi Mulya Nauli Siregar mantan Vice Mayor Komahi memimpin.

Tampak pimpinan UNRI turut mengantar rombongan Kemendikbud-Ristek. Aras Mulyadi ditemani tiga wakilnya. Sujianto, Iwantono, dan Syaiful Bahri.

Chatarina pun jelaskan musabab kedatangannya kepada massa. “Kami memantau penanganan kasus dan memastikan proses perkara pelecehan ini sesuai dengan peraturan kementerian,” begitu katanya.

Satu di antara maksud terbangnya ia bersama rombongan ke Pekanbaru, guna memastikan Aras Mulyadi ambil langkah tepat. Sehingga, menciptakan situasi kondusif di lingkungan kampus biru langit.

Ia tekankan, kebijakan Aras mesti selaras dengan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permen PPKS) di Kampus.
Berpegang pada regulasi ini, maka UNRI sebagai perguruan tinggi wajib memiliki Satuan Tugas atau Satgas. Namun, karena peristiwa ini terjadi tak lama usai disahkannya Permen PPKS, Chatarina sarankan Aras untuk keluarkan diskresi kebijakan. Tepatnya, rektor punya kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam penangangan kasus itu.

“Rektor akan membentuk Satgas Ad Hoc yang memiliki tugas khusus untuk tangani kasus ini,” pungkas Chatarina.
Satgas ini diharapkan telah rampung esok hari dan bekerja tak sampai satu pekan untuk kumpulkan hasil. “Sambil menunggu proses pembentukan Satgas sesungguhnya dibentuk,” tambahnya.

Salah satu urgensi dibentuknya Satgas yang bersifat Ad Hoc ini adalah sebagai penimbang untuk dicopotnya Syafri Harto sementara dari jabatan dekan. Sesuai dengan Permen PPKS, pelaku pelecehan seberat-beratnya dapat dipecat dari statusnya sebagai civitas akademika kampus.

Hal ini turut dititipkan Nadiem Makarim selaku Mendikbud-Ristek pada Chatarina dan tim yang turun. Sejatinya UNRI bukan satu-satunya kampus yang ia datangi. Sebelumnya, awal Desember lalu ia mendatangi Universitas Sriwijaya (UNSRI) Palembang tentang aduan pelecehan dosen jua.

Selaras dengan ucapan Chatarina, Rifqi angkat bicara. Ia sebut, UNSRI telah menunjukkan sikap yang tepat dalam penanganan pelecehan di kampus, menonaktifkan dosen terduga.
“Kami minta kepastian, kapan dinonaktifkan, Bu?” ujar Rifqi Siregar.

Chatarina pun menjawab bahwa tuntutan mahasiswa sudah selaras dengan rekomendasi yang dikeluarkan kementerian sebelumnya. “Kementerian sudah merekomendasikan untuk dinonaktifkan dulu dalam rangka pemeriksaan,” ucapnya.

Ia juga ungkapkan bahwa ia tak ingin kejadian ini terulang kembali atau memengaruhi proses pemeriksaan terhadap saksi dan korban.

Penulis: Reva Dina Asri

Editor: Annisa Febiola