“Fotografi adalah melukis atau menulis dengan cahaya. Tanpa adanya cahaya, kita tidak akan mempunyai foto,” tutur Dicky Wahyudi. Publisher Media Mahasiswa AKLaMASI ini paparkan materi fotografi pada Diklat Jurnalistik Tingkat Dasar AKLaMASI, Jumat (11/2). 

Dicky katakan foto terbentuk oleh cahaya yang jatuh pada permukaan media perekam. Biasanya disebut film atau sensor digital. Peristiwa tersebut ciptakan image atau citra di atas media perekam. Lebih lanjut, kata Dicky, citra dibentuk oleh reaksi kimia pada media film atau proses analog. Sedangkan untuk media sensor digital tercipta oleh pulsa-pulsa elektronik.

Lebih jauh, Dicky jelaskan teknik pengambilan foto. Ada tiga elemen dasar. Pertama exposure aperture.  Artinya, bukaan lensa yang dapat diukur sesuai besaran diafragma lensa. 

“Semakin besar bukaan lensa semakin banyak cahaya yang masuk. Begitu sebaliknya,” ucap Dicky. 

Selanjutnya shutter speed. Bagian ini merupakan lamanya waktu shutter atau sensor yang terbuka pada kamera. Terakhir ada ISO. Dimaknai sebagai kemampuan atau tingkat sensitifitas sensor kamera terhadap cahaya. Semakin tinggi nilai ISO maka semakin sensitif cahaya yang ditangkap. 

Ia juga jelaskan tentang foto jurnalistik. Katanya, foto jurnalistik hubungkan manusia di seluruh dunia dengan bahasa gambar yang sesuai fakta. Foto jurnalistik, Dicky bilang, menjadi alat terbaik untuk melaporkan sebuah peristiwa yang dialami umat manusia secara ringkas dan efektif,” ujar Dicky.

Selanjutnya ada Podcaster Faqih Maulana, ampu materi content creative. Ia fokuskan membahas siniar atau podcast. Faqih bilang podcast adalah hasil rekaman audio yang dapat didengarkan oleh khalayak umum melalui media internet. 

“Podcast atau disingkat Play On Demand atau POD bisa dimainkan sesuai dengan permintaan atau keinginan,” pungkasnya. 

Ia juga jelaskan beberapa jenis podcast. Seperti monolog, wawancara, footage, dan mash up. Monolog merupakan siniar tentang diri sendiri. Lalu ada wawancara, melibatkan orang lain sebagai narasumber untuk diwawancarai. Sedangkan footage, dilakukan dengan dua orang atau lebih dan mash up adalah campuran dari beberapa podcast.

Tak hanya itu, Faqih ajarkan teknik membuatnya. Dilengkapi alat pendukung seperti perekam suara, yakni smartphone.

Tak lupa ia sampaikan cara mengekplorasi ide. Caranya dengan mengenal karakter diri dan mencari referensi yang sesuai.  Lalu eksekusi. Kemudian positining, serta yang terakhir ialah konsisten. Diperlukan pula penulisan naskah agar topik tertata rapi. Serta mempersiapkan letak lucunya atau keterkaitan pada awal atau akhir podcast. 

Usai istirahat, alumni Universitas Islam Riau Dian Eka Wijaya bawa materi video jurnalistik. Ia jadi penutup materi hari itu. Video jurnalistik ini merupakan laporan berita yang dipaparkan dalam bentuk gambar atau rekaman video di media pertelevisian. 

Biasanya, ucap Dian, memuat sebuah peristiwa yang sedang terjadi dan tidak mungkin terulang. Video ini masuk kategori straight news. 

Katanya lagi, dalam video ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, menyusun pertanyaan yang memenuhi  5W+1H.

Lalu memperhatikan momentum. Jurnalis dapat menerka peristiwa apa yang sedang terjadi di lapangan. Kemudian insert footage, lokasi, dan info kejadian menjadi hal penting agar tidak kekurangan informasi dalam video. Ke empat, posisi sudut pandang kamera dan jenis tangkapan. 

“Audio juga nggak kalah penting. Dalam video jurnalistik banyak yang mengabaikan ini, sehingga ada video yang audionya kurang bagus,” katanya. 

Terakhir ialah sikap. Misalnya tidak mengganggu jurnalisme lainnya dalam mengambil gambar atau video. Ini  berlaku pada acara seperti konferensi pers. 

Ia juga ungkapkan ada beberapa kriteria video jurnalistik yang baik. Pertama, punya kekuatan utama pada naskah. Lalu, kesesuaian antara naskah dan gambar. Kemudian, kesesuaian latar suara dengan berita atau peristiwa yang dibawakan. Dan terakhir, pengisi suara yang berkarakter dan intonasi jelas. Tujuannya supaya informasi yang dibawakan tidak rancu dan tersampaikan secara jelas kepada penonton.

“Amatir berpikir, momen itu langka dan terjadi begitu saja. Sedangkan professional sudah memprediksi kemunculannya bahkan sebelum peristiwa.” tutup Dian. 

Setelah materi video jurnalistik, peserta diklat lakukan simulasi. Agenda ini merupakan perwujudan dari materi yang sudah diberikan. Peserta dibagi menjadi empat kelompok dan diberikan Penanggungjawab atau PJ dari panitia. Layaknya sebuah media, peserta harus membuat majalah dengan banyak rubrik didalamnya. Batas waktu yang diberikan panitia dari 4 sore sampai pukul  8 malam.  

Simulasi diselipkan dengan materi terakhir. Usai ishoma dilanjutkan dengan materi desain dan infografis yang dibawakan oleh Muhammad Arid Budiman. Alumni UIR ini minta peserta membuat storyboard atau papan cerita di papan tulis. Usainya, peserta diminta untuk membuka aplikasi Photoshop.

Arif ingin peserta garap infografis perihal cara mengunduh kartu vaksin. Mereka belajar menggunakan alat atau tools pada aplikasi edit foto tersebut. Kemudian membuat pola desain, menambahkan kalimat, gambar dan lainnya. 

Setelah proses panjang ciptakan infografis, para peserta lanjutkan eksekusi berita yang akan dimuat di majalahnya. Simulasi yang dimulai pukul 12 malam ini sudah harus dikumpulkan ke panitia pukul 5 pagi. Ruangan penuh dengan suara ketikan. Ada juga yang sedang mendesain sampul majalah dan membuat infografis. Beres simulasi, peserta diperbolehkan untuk tidur.

Penulis: Najha Nabilla

Editor: Febrina Wulandari