“Di tengah banjirnya arus informasi sekarang, itu berita dan informasi bohong sangat cepat bertebaran, kalian harus bisa memilah informasi dengan benar karena apabila tidak sesuai hasilnya, tidak akan sesuai dengan yang kalian inginkan,†tutur Suryadi M. Nur. Alumni Bahana ini paparkan materi Term of Refference (ToR), riset, dan wawancara pada Kelas Jurnalisme Bahana, Jumat (25/3).
Kata Suryadi, riset dalam wawancara sangat penting. Sebab merupakan salah satu syarat yang dilakukan sebelum wawancara. Lanjutnya, riset mendalam harus dilakukan sebelum bertemu dengan narasumber. Alasannya agar mendapat informasi yang sesuai dengan yang diinginkan.Â
Sebelumnya, ada materi sejarah Bahana oleh alumni Bahana Abu Bakar Siddiq. Ia jelaskan, lahirnya Bahana di tahun 1983, tak terlepas dari perkembangan pers di Riau dan orde baru.Â
Abu juga jelaskan sejarah Bahana dan pengalamannya selama di Bahana. Ia turut membuka diskusi agar peserta lebih aktif dalam kelas jurnalisme ini.
Usai jeda makan siang, Ambar Alyanada sambung materi ketiga yaitu straight news. Ambar mulai dengan teori dasar. Seperti perbedaan karya ilmiah dan karya jurnalistik dan apa itu straight news.Â
Berita, kata Ambar, adalah suatu laporan dari kejadian baru atau yang sedang terjadi. Juga memiliki fungsi dapat mempengaruhi atau dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Lanjut Ambar, dalam menulis harus memiliki nilai-nilai yang terkandung. Seperti nilai ketepatan waktu.Â
“Ketepatan waktu pada penulisan straight news yang pengalaman aku di Bahana yaitu tiga hari,†tutur Ambar. Ia jawab pertanyaan salah satu peserta tentang tenggat waktunya.
Materi Fotografi menjadi materi terakhir di hari pertama Kenal Bahana. Rio Eza yang jadi pemateri. Ia direktur Bahana Production House saat ini. Rio katakan, saat membuka koran atau majalah, yang dilihat pertama kali pasti sebuah foto.Â
“Foto disini bernilai sangat berharga karena menggambarkan apa laporan utama yang terdapat di koran tersebut,†ujar Rio, sambil menunjukkan contoh foto. Ia tambahkan, foto yang bagus adalah foto yang mengandung berita di dalamnya.Â
Tak hanya menjelaskan teori, Rio juga minta peserta praktek langsung materi yang telah disampaikan. Peserta diminta mengambil foto yang di sekitar Anjungan Seni Idrus Tintin.Â
Besoknya, kegiatan dibuka dengan materi feature oleh Aang Ananda Suherman. Ia sampaikan sejarah features yang berawal pada tahun 1922 pada saat terbitnya majalah Time.Â
Aang jelaskan, penulisan feature ada tiga langkah. Ada fokus, angle, dan outline. Gaya penulisan ini harus memiliki satu fokus dan dimulai dengan sudut pandang yang menarik.Â
Lanjutnya, ada outline yang merupakan bagan tulisan. Diawali dengan lead atau kepala tulisan. Kemudian dilanjutkan sama badan atau isi tulisan hingga ekor tulisan. Ia juga tegaskan, tulisan ini membutuhkan riset yang lebih mendalam dibanding straight news.Â
“Berbeda dengan straight news yang berupa piramida terbaik, dimana disusun dari materi penting hingga yang kurang penting, dalam penulisan feature seperti bak kail ikan, setiap paragrafnya mengandung informasi penting,” Jelas Aang.Â
Materi dilanjutkan oleh Rizky Ramadhan. Bekas Pemimpin Umum Bahana. Ia menjelaskan tentang desain Infografis. Katanya, infografis tidak mengandung banyak kata-kata dan bermain dengan visual.Â
Rizky sebutkan, dalam membuat infografis, terlebih dulu ada tahapan brainstorming. Yaitu mencari topik yang sedang hangat untuk dibuat infografisnya. Kemudian, melakukan riset topik yang akan dimasukkan. Dan terakhir finishing atau penyelesaian, yaitu pembuatan infografis.Â
Tak lupa ia sebutkan situs web dan platform yang dapat digunakan untuk membuat infografis. Seperti Canva, Easely, Infogram, dan Pikhochart.Â
“Semuanya boleh liat langsung kesini aja,†katanya mengajak semua peserta untuk dapat langsung melihat pembuatan infografis. Rizky membimbing langsung peserta diklat untuk membuat infografis.Â
Lepas jeda makan siang, peserta kembali mengikuti materi 9 elemen jurnalisme. Materi ini dibawakan oleh Firman Agus. Ia juga alumni Bahana yang kini bekerja di Riau Pos. Firman jelaskan kesembilan elemen jurnalisme mulai dari kebenaran berita, loyalitas kepada warga, disiplin dalam verifikasi, dan menjaga independensi terhadap sumber berita.Â
Lanjutnya, ada elemen yang harus bertindak sebagai pemantau kekuasaan, menyediakan forum publik untuk kritik dan dukungan, dan membuat hal yang penting.Â
Terakhir, menarik dan relavan, menjaga berita agar komprehensif dan proporsional, hingga dibolehkannya mengikuti hati nurani sebagai pilihan terakhir.
“Jurnalis itu juga punya standar etik,” ucapnya.Â
Firman juga sampaikan harapannya kepada para peserta yang ingin memilih dunia jurnalistik sebagai karir. Ia harap agar sembilan elemen tersebut dapat diperhatikan supaya tidak ada penyelewengan nantinya.Â
“Sebab kalian generasi muda yang akan menjadi penerus dunia jurnalistik ke depannya,†tutup Firman.Â
Setelah semua materi selesai, peserta diarahkan untuk melakukan simulasi agar lebih paham bagaimana cara pembuatan berita. Setelah dibagi menjadi tiga kelompok, mereka gerak untuk liputan dengan lingkup di sekitar lokasi diklat.Â
Jam 12 malam peserta mulai menulis hingga jam 4 subuh. Paginya peserta diarahkan untuk ke sekretariat Bahana. Agendanya evaluasi tulisan para peserta diklat yang sudah digarap.Â
Usai evaluasi, kegiatan terakhir dilanjutkan dengan pertemuan Forum Pers Mahasiswa (Fopersm4) Riau. Terdiri dari Bahana UNRI, Aklamasi Universitas Islam Riau, Gagasan Universitas Islamn Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, dan Visi Universitas Lancang Kuning.Â
Agenda ini dibuat untuk mengenal pers mahasiswa yang ada di Riau. Seperti bercerita bagaimana suka duka di pers masing-masing. Juga diskusi mengenai pers mahasiswa agar peserta diklat yang baru lebih paham. Acara berakhir dengan penutupan oleh pimpinan umum bahana.
Kelas Jurnalisme Bahana Mahasiswa yang bertema “Meninggalkan Jejak Karya” ini dihelat selama tiga hari. Terhitung sejak 25 hingga 27 Maret lalu. Kegiatan ini diikuti oleh 12 peserta dari berbagai jurusan di Universitas Riau. Dan 3 delegasi dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Aklamasi, Gagasan, dan Visi.Â
Penulis: Fani Oktafiona, Nofrida Hanum
Editor: Denisa Nur Aulia