Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makariem mengunggah sebuah foto di akun Instagramnya.  Ada yang tak biasa dari potret itu. Terlihat Mas Menteri— sapaan akrabnya—tengah berbicara pada dua orang perempuan di depannya. Adalah Bintang, nama samaran korban kekerasan seksual oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau (UNRI). Tepat di sampingnya, berdiri Vice Mayor Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) Voppi Rosea Bulki. 

Pertemuan itu membawa tujuan penting. Usai Syafri Harto divonis bebas oleh hakim pada 30 Maret lalu, Komahi tak mau tinggal diam. Mayor Komahi Khelvin Hardiansyah, Voppi, serta Muhammad Farhan menyambangi kantor Mas Menteri di Ibu Kota Jakarta. Bintang juga ikut bersama mereka. Khelvin ungkapkan, hal itu sebagai bukti nyata menuntut keadilan bagi korban.

“Kami ke Jakarta karena kepasrahan penyintas dan kami, dengan situasi ketidakadilan yang terjadi,” Kata Khelvin dalam pesan singkat WhatsApp. 

Komahi tak sendiri. Seminggu usai dibebaskannya Syafri Harto, mereka adakan diskusi tertutup bersama beberapa pihak. Ada Andreas Harsono dari Human Right Watch dan Paham Hukum Boy Situmorang. Kuasa hukum korban dari Lembaga Bantuan Hukum Pekanbaru Rian Sibarani juga hadir. Terakhir, ada Meila Nurul Fajriah dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Diskusi itu membuahkan hasil. Seminggu berikutnya, mereka terbang ke Jakarta. 

Sesuai dengan yang direncanakan, Komahi jumpai beberapa institusi. Maksud mereka untuk minta bantu penanganan kasus. Ada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, juga Komisi Kepolisian Nasional. Puncak pertemuan itu, Komahi lakukan audiensi di Kantor Kemendikbud RI. Tepatnya di ruang kerja Nadiem.

Khelvin katakan, pengaduan ini merupakan buntut atas keadilan yang tidak berpihak kepada korban. Tambah lagi, proses administrasi di kampus yang tidak jelas penyelesaiannya. 

Menjawab hal itu, Nadiem keluarkan sikap. Ada beberapa poin yang dihasilkan usai audiensi. Pertama, Kemendikbud Ristek akan bersungguh-sungguh menangani kasus ini dengan mendukung penolakan terhadap kasus kekerasan seksual di kampus. 

Kemudian,  mereka juga akan menindaklanjuti kasus ini dari kacamata yang berbeda. Sebab, Kemendibud Ristek punya hak dan wewenang sebagai lembaga yang menaungi mahasiswa. Selain itu, juga akan bantu menciptakan lingkungan UNRI yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. 

Mengutip dari unggahan Instagram Nadiem Makarim, ia berjanji akan memastikan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi terlaksana. 

“Yaitu penanganan kasus kekerasan seksual dengan perspektif korban,” tulisnya.

Perjalanan Komahi mendampingi Bintang melalui jalan yang panjang. Khelvin ceritakan adanya hambatan yang mereka hadapi. Misalnya, di depan mereka ada ketimpangan kuasa yang mempersulit perjuangan untuk selesaikan kasus ini. Belum lagi, putusan hukum yang tidak berpihak kepada korban. 

“Proses penanganan kasus yang tidak berpihak pada korban. Di [jalur] hukum, pelaku divonis bebas, kemudian proses di kampus tak kunjung membuahkan hasil,” keluhnya. 

Khelvin pastikan bahwa Komahi akan terus mengawal upaya kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Pekanbaru. Juga, mendesak pihak kampus agar segera keluarkan sanksi administratif terhadap Syafri Harto.

Penulis: Novita Andrian

Editor: Andi Yulia Rahma