Sri Indarti maju sebagai satu-satunya perempuan yang mencalonkan diri sebagai kandidat calon rektor Universitas Riau (UNRI). Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dua periode ini yakin, tak akan ada ketimpangan pada pemilihan rektor atau pilrek nanti.
Perempuan, katanya, tetap memiliki hak serupa untuk mendapatkan pendidikan dan kesempatan memimpin. Ia beri contoh beberapa kampus di Indonesia yang dipimpin oleh rektor perempuan. Universitas Padjadjaran, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Hasanuddin.
“Sebagai harkat wanita, kita pegang kalau kita wanita, bahwa kita melahirkan dan sebagainya. Tapi di dunia akademis, kita tetap bisa menjalankan itu, kan?” sebutnya.
Ia sendiri sudah berpengalaman duduk di beberapa kursi penting UNRI. Jejak ketua jurusan, sekretaris, hingga dekan dua periode. Pengalaman itu mendorong Sri selalu haus akan hal baru. Hingga saat pendaftaran calon rektor, ia putuskan mendaftar.
Enam bulan lalu, ia belum terang-terangan menyatakan niat tersebut. Kami merangkumnya dalam majalah Bahana Mahasiswa berjudul Merisik Calon Rektor yang terbit awal tahun 2022.
Sri mengaku banyak dapat dukungan. Mulai dari teman-temannya sampai anggota senat. Senat sangat berpengaruh pada saat pilrek nanti. Sebab, 65 persen penentu skor akhir adalah suara senat. Sisanya dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
“Untuk memajukan UNRI, harus bersama-sama. Jadi kalau ibu sendiri yang mau maju tanpa didukung teman-teman, enggak bisa juga, kan?” ungkap perempuan kelahiran Sungai Salak ini.
Perihal program yang ditawarkan, ia memiliki keinginan untuk berkomitmen membesarkan UNRI. Berkiprah dan punya akreditasi internasional.
Wujudkan harapannya, Sri mau ubah status UNRI dari perguruan tinggi negeri badan layanan umum ke Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Salah satu syarat menjadi PTN-BH adalah menyelenggarakan Tri Dharma yang bermutu.
Tiga isi Tri Dharma adalah pendidikan dan pengajaran, peneliti dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat. Untuk wujudkan hal itu, perlu tingkatkan akreditasi minimum 60 persen. Realisasinya melalui peningkatan sarana prasarana, sumber daya manusia, dan transparasi kelola keuangan yang baik.
Misalnya, dengan memberi dukungan berupa fasilitas biaya, jurnal, pengajaran untuk meningkatkan kualitas dosen. Begitu pula untuk mahasiswa. Sri akan memberi bantuan anggaran melalui kegiatan mahasiswa, guna menambah daftar prestasi.
Namun, dana subsidi dari pemerintah akan berkurang jika sudah beralih menjadi PTN-BH. Pun pajaknya juga semakin besar. Sehingga, kampus harus lebih kreatif dalam mencari peluang pemasukan.
Lulusan doktor di Universitas Brawijaya ini juga miliki sepuluh program strategis. Pertama, UNRI aman, sehat, nyaman, transformasi pendidikan dan pembelajaran berwawasan kebangsaan berbasis teknologi informasi. Ada pula produktivitas riset strategi. Kemudian, ada peningkatan akreditasi internasional, peningkatan peran lembaga fakultas sebagai agent of change, dan pembangunan sistem teknologi informasi.
Tak lupa dengan pembangunan infrastruktur kampus yang strategi. Kemudian income generation non Uang Kuliah Tunggal, pembangunan jejaring akademik terintegrasi. Terakhir, membentuk mahasiswa yang multitalenta.
Mengenai perundungan dan kekerasan seksual, Sri janji akan mengatasinya. Ia akan bangun prosedur operasi standar, sebagai mitigasi agar tidak terulang kekerasan seksual terjadi di kampus. Saat ini, UNRI sudah miliki satuan tugas (satgas) khusus kekerasan seksual.
“Nantinya jika ada laporan dan masukan kekerasan seksual, mereka (satgas) ini yang menanganinya,” kata alumnus SMA 8 Pekanbaru itu.
Akan tetapi, satgas yang dimaksud oleh Sri hanya bersifat Ad Hoc. Masa keanggotaannya satu tahun sejak 15 Desember 2021.
Beralih ke cita-cita go internasional, ia berencana membuka kelas bahasa Inggris di tiap fakultas. Menurut Sri, poin ini sudah berjalan di fakultasnya sejak 2017.
Penulis: Ellya Syafriani
Editor: Andi Yulia Rahma