Perwakilan mahasiswa akan dihapus dari keanggotaan senat. Kelembagaan menolak.

Oleh Fitri Merga Ayu

 

PAGI ITU, 21 Maret 2016, halaman Rektorat Universitas Riau dipadati mahasiswa memakai almamater. Ada yang bawa pengeras suara dan poster bertuliskan, menolak mahasiswa dikeluarkan dari senat universitas.

Diantara mereka ada yang memakai topeng menyerupai wajah Prof Aras Mulyadi—Rektor UR—dan Andres Pransiska—Ketua BEM UR kala itu—sambil memegang palu.

Suara teriakan berulangkali terdengar dari kerumunan ini. Mereka mahasiswa UR yang tergabung dari berbagai kelembagaan di fakultas termasuk BEM universitas. Pukul 10.00 itu, bersamaan rapat senat universitas mereka sedang berorasi menolak rencana dikeluarkannya perwakilan mahasiswa dari senat universitas.

“Bagian terpenting kampus adalah mahasiswanya. Kampus tanpa mahasiswa bukan kampus namanya. Maka sudah selayaknya mahasiswa menjadi salah satu anggota Senat Universitas,” ucap Faisal Indra Rangkuti, Menteri Sosial Politik Kabinet Sejuta Karya dengan pengeras suara yang dipegang.

Lagu mars mahasiswa ikut mengisi orasi hari itu.

Sambil berorasi, mahasiswa menunggu rektor beserta anggota senat yang sedang rapat di lantai empat, agar turun menemui mahasiswa. Hal ini tak kunjung terjadi. Alhasil mahasiswa beradu mulut dengan security yang berupaya mengamankan pintu masuk gedung.

Adu mulut ini tak berlangsug lama, mahasiswa terutama yang laki-laki berhasil masuk ke dalam gedung. Sementara perempuan tertahan di luar. Yang sudah berada di dalam terus menuju lantai dua. Di sini kembali terjadi perdebatan, karena upaya mereka untuk menjumpai anggota senat kembali tertahan.

“Kami hanya ingin menyampaikan hal baik untuk hasil yang baik,” ujar seorang mahasiswa.

“Pak rektor, tolong jumpai anak-anak bapak. Kami ingin bapak turun menjumpai kami dan menyampaikan kabar baik. Mohon jumpai kami pak!” teriak seorang mahasiswa dibarisan paling depan.

Permintaan mereka tak kunjung di penuhi.

Sambil menyanyikan lagu pada mu negeri, mahasiswa terus beranjak ke lantai tiga. Mereka menanggalkan bendera dari kayu yang dibawa dan mengikatnya pada tangan. Di sini mereka duduk sejenak.

Selain beorasi hingga ke dalam gedung, mahasiswa juga membagikan selembar kertas. Isinya:

Menolak usulan draft Statuta Universitas Riau yang menghapus perwakilan mahasiswa dari anggota senat universitas. Meminta seluruh senat universitas mempertimbangkan, menolak usulan draft Statuta Universitas Riau yang menghapus perwakilan mahasiswa dari anggota senat universitas. Mengajak senat universitas berfikir kritis, bahwa keberadaan mahasiswa dalam Senat Universitas Riau sangat penting.

Rapat senat hari itu pun usai. Hasilnya, pembahasan draft Statuta Universitas Riau ditunda. “Karena gerakan kawan-kawan, rapat pembahasan statuta dipending,” jelas Andres Pransiska pada teman-temannya yang sedang menunggu di luar.

Andres juga berujar, peran mahasiswa di senat sangat penting untuk mengontrol kebijakan terkait mahasiswa.

Dalam rapat senat yang berakhir hingga tengah hari itu, Andres Pransiska menjadi peserta rapat yang mewakili mahasiswa. Dalam rapat tersebut, nasib perwakilan mahasiswa sebagai anggota senat ditentukan. Pro dan kontra terhadap usulan tersebut juga mewarnai rapat.

“Ada juga beberapa anggota senat yang mendukung kita,” ucap Andres.

Tidak hanya itu, sebelum rapat paripurna senat siang itu, sudah dilakukan pembahasan berulangkali terkait draft statuta universitas. Hasilnya, tiap rapat tim tidak menemukan kesepakatan. Tim yang bertanggungjawab membahas draft tersebut diserahkan pada Komisi B Senat Universitas.

Karena tidak menemukan kesepakatan, Komisi B pun membawa hal ini dalam rapat paripurna seluruh anggota senat.

Menurut andreas, yang menjadi perdebatan dalam rapat hari itu tidak hanya persoalan perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat. Seingatnya, ada tujuh poin yang menjadi perdebatan. Poin perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat yang terakhir dibahas.

“Karena banyaknya tekanan dari luar oleh mahasiswa yang berdemo saat itu, pembahasan ini tidak dapat dilanjutkan. Hari itu juga langsung dipending,” jelas Andres. Menurutnya, kalau sempat terjadi voting dalam forum, kita pasti kalah meski sebagian ada yang mendukung.

Setelah rapat senat dipending, Andres dan Menterinya, dipenghujung masa jabatan terus berupaya mempertahankan status perwakilan mahasiswa dalam keanggotaan senat. Mereka menjumpai Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan serta Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni.

“Jawaban mereka normatif saja. Hanya menunggu keputusan Rektor,” kenang Andres.

TRIANDI BIMANGKALID, Mentri Hukum dan Advokasi Kabinet Sejuta Karya, setelah mengetahui perwakilan mahasiswa akan dikeluarkan dari senat universitas, aktif melakukan berbagai pertemuan dengan kelembagaan mahasiswa lainnya. Ia meminta tanda tangan tiap Ketua BEM Fakultas yang menolak usulan tersebut.

Bahkan mahasiswa Fakultas Hukum ini juga turun langsung ke tiap fakultas dan mengajak mahasiswa yang satu suara agar ikut aksi bersama di depan rektorat. “Senat Universitas Riau adalah suatu wadah untuk memperjuangkan hak mahasiswa, seperti memperjuangkan UKT,” ujar mahasiswa angkatan 2012 ini.

Jumat sore, minggu awal bulan Agustus, Abdul Khoir menerima wawancara kru Bahana di taman depan gedung rektorat. Abdul Khoir disahkan dalam Musyawarah Mahasiswa sekitar Mei lalu sebagai Presiden Mahasiswa menggantikan Andres Pransiska.

Meski sudah membentuk kabinet—istilah lain dari pengurus BEM Universitas Riau—ia mengaku, belum membahas rancangan draft statuta Universitas Riau bersama pengurus lainnya.

“Tapi kami tetap menolak perwakilan mahasiswa di keluarkan dari senat universitas,” tegas Presiden Mahasiswa dari Fisika FKIP ini.

Terakhir kali anggota senat melaksanakan rapat paripurna Maret lalu. Namun belum menemukan kesepakatan akhir. Meski begitu, Khoir belum mengetahui ada pembahasan lanjutan terkait rancangan draft statuta universitas selama ia menjabat.

“Saya masih anggota senat mewakili mahasiswa. Buktinya saat buka bersama anggota senat di Hotel Pangeran ramadhan kemarin, saya masih di undang,” jelas Khoir.

Menjelang pengurusnya aktif melaksanakan program kerja, Khoir aktif berdiskusi dengan beberapa anggota senat terkait hal ini. Ia juga mendatangi beberapa dosen. Menurutnya, mayoritas tidak sepakat jika perwakilan mahasiswa ditiadakan dalam keanggotaan senat.

“Hanya saja kewenangannya dibatasi. Tidak mesti semua hal kita diikutkan. Misalnya membahas kenaikan pangkat, itu bukan kewenangan kita,” terangnya.*