Mobil komando aksi bertuliskan Indonesia Gawat Darurat, Orba Jilid 2 mulai melaju meninggalkan sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM Universitas Riau (UNRI). Ihwalnya mencoba ketuk pintu gerbang gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau bersama dengan tujuh tuntutan, Jumat (26/8).
Tujuh tuntutan yang dibawa merupakan hasil kesepakatan yang telah dibuat dua hari sebelumnya. Massa dari tiap fakultas pun dijemput. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan jadi titik kumpul pertama. Kemudian perjalanan berlanjut untuk jemput massa aksi tiap fakultas lainnya.
Massa aksi mahasiswa UNRI Kampus Binawidya telah terkumpul. Selanjutnya rombongan melaju ke Jalan SM Amin menuju Kampus Gobah. Tujuannya jemput massa Fakultas Hukum (FH), Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Keperawatan. Saat itu, jam sudah menunjukkan pukul 3 siang.
Usai seluruh massa aksi masing-masing fakultas berkumpul, perjalanan berlanjut menuju Gedung DPRD Riau. Melewati Jalan Pattimura, kemudian berbelok ke Jalan Sudirman. Sepanjang perjalanan dilantunkan lagu Mars Mahasiswa. Diiringi dengan sorakan serta suara klakson yang saling bersahutan.
Tak lama berselang, pukul 4.25 menit massa tiba lokasi aksi. Seluruhnya berhenti di minimarket terdekat dari tempat aksi dan memarkirkan kendaraannya. Kemudian bergerak menuju gedung dengan berjalan kaki. Para polisi turut mengiringi barisan memastikan agar jalanan tetap kondusif.
Sebelum bergerak menuju lokasi, massa diberi pengarahan terlebih dahulu. Tiap peserta diminta untuk saling bergandengan. Kemudian berbaris. Koordinator Simpul (Korsim) mengambil posisi di paling depan. Diikuti mobil komando dan massa laki-laki. Paling belakang massa perempuan.
Khoirul Basar, selaku Koordinator Lapangan (Korlap) memulai kegiatan dengan membacakan musabab aksi. Waktunya tepat tujuh menit pasca massa tiba. Pembacaan tujuh tuntutan pun disuarakan dengan lantang. Setelah itu aksi dihentikan sejenak untuk melaksanakan salat Ashar di depan gerbang gedung DPRD dan trotoar.
Setelah selesai, Gubernur BEM FH Muhammad Wira Alyusra gantikan posisi Korlap di atas mobil komando. Ia berdiri tegak sampikan orasi. Ia singgung pasal 28 Undang-undang Dasar 1945. Mempertanyakan kebenaran pasal itu untuk kondisi saat ini.
“Katanya rakyat Indonesia dibebaskan untuk berserikat, berkumpul, menyampaikan pendapat oleh Undang-Undang Dasar 1945,” ucap Wira.
Sebelum Gubernur FKIP menyampaikan orasi, Kepala Bagian Keuangan Sekretariat DPRD Provinsi Riau, Tengku Aznom Zaifani keluar mendatangi massa. Namun, mahasiswa tak puas. Mereka tetap menunggu kehadiran Ketua DPRD Riau.
Gubernur FKIP Muhammad Armizul pun ambil alih, ia katakan bahwa mahasiswa seharusnya tak hanya diam.
“Mahasiswa perlu turun ke lapangan untuk menyampaikan aspirasi rakyat supaya sampai di telinga para wakil rakyat,” tuturnya.
Setiap pergantian orator, massa bergerak maju mendekati gerbang tatkala Korlap berteriak “Reformasi!”.
Waktu menunjukkan pukul lima lewat lima puluh menit. Tidak semua fakultas berkesempatan menyampaikan aspirasi. Kaharuddin mengambil alih perhatian massa. Ia kembali sampaikan tuntutan para mahasiswa untuk yang kedua kalinya. Disinggungkannya pula hakikat dari demokrasi. Dimana kepemimpinan berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
“Semua ini tentang kepemimpinan bukan jabatan,” ucap Kaharuddin.
Sudah pukul enam sore. Namun tiada tampak kehadiran ketua DPRD Provinsi Riau. Korlap kembali meneriakkan Reformasi. Massa pun maju mendekati gerbang.
“Reformasi!” teriaknya sekali lagi. Massa kembali maju. Mereka berusaha memasuki gedung, sesuai kesepakatan antara Korsim dan Korlap.
Berselang dua menit, titah komando berubah. Massa diajak untuk mundur selangkah. Sebab aparat meminta hal demikian karena melihat massa aksi sudah mendekati gerbang. Agar adil, mahasiswa pun minta aparat turut mundur selangkah.
Namun, aparat maju mendesak mahasiswa agar segera mundur. Khoirul Basar menyampaikan, saat itu massa segera mundur. Hingga terjadi aksi saling dorong. Akibatnya massa pun terdesak.
Bentrokan tak terelakkan. Simpul yang mereka jaga sepanjang aksi mulai terlepas satu persatu. Barisan massa pun pecah. Khoirul menyaksikan banyak mahasiswa yang menjadi korban saat itu. Katanya ada yang ditarik oleh aparat. Ada pula yang kena pukul dan dijambak. Ia juga sampaikan akibat kondisi yang ricuh, ada massa yang terhimpit dan terinjak.
Tambahnya ada dua belas orang mahasiswa yang menjadi korban. Mulai dari laki-laki hingga perempuan. Mereka dilarikan ke rumah sakit terdekat, yaitu Awal Bros dan Syafira.
Khoirul juga bilang ada massa yang ditarik aparat kepolisian. Mereka adalah Hendra Mayu Firmansyah dan Muhammad Albir. Tetapi hanya Hendra yang diamankan ke dalam gedung.
“Habis itu langsung kami jemput ke dalam. Selesai,” jelasnya.
Khoirul juga ceritakan bahwa tak ada kekerasan yang dilakukan terhadap Hendra. Hanya diamankan saja. Ia juga katakan bahwa aksi yang dilakukan belum membuahkan hasil yang memuaskan.
“Tentu kedepan kita akan kembali mengevaluasi serta berkoordinasi kembali, apa gerakan yang akan kita lakukan kedepan. Apakah kita akan melaksanakan gerakan kembali,” tutup Khoirul.
Reporter : Marchel Angelina, Shahfa Rizkya Ananda, Hafifah Antini, dan Amanda Wulandari.
Editor : Karunia Putri