Apatis Jalankan Aksi, Tuntut Pendidikan Gratis

Potongan kertas karton bertuliskan Orang Miskin Dilarang Kuliah tampak dipegang oleh salah satu peserta aksi Aliansi Pendidikan Gratis atau Apatis di Jembatan Kupu-Kupu Universitas Riau (UNRI) pada Senin (3/6) lalu.

Mengusung tema Stop Kuliah Mahal, Bersama Gugat Negara Wujudkan Pendidikan Gratis, Berkualitas dan Berintegritas, aksi kali ini merupakan bentuk protes terhadap tingginya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang memberatkan mahasiswa.

Koordinator Apatis Riau Khariq Anhar jelaskan bahwa saat ini ada 17 calon mahasiswa baru yang terancam mengundurkan diri lantaran tidak mampu membayar UKT di UNRI. Ia sebut bahwa 17 mahasiswa tersebut ingin dibantu pembayaran UKT di semester pertama mereka.

Lanjutnya, pihak kampus belum memberikan kabar mengenai kemungkinan penurunan UKT bagi beberapa mahasiswa baru.

“Orang itu [pihak universitas] juga bilang belum ada kabar,” pungkasnya.

Tambah Khariq lagi, Gerakan Apatis di Riau ini sebenarnya mendukung gerakan Apatis yang berlokasi di Jakarta. Mereka membuat beberapa tuntutan dan 17 calon mahasiswa baru UNRI yang terancam mundur tersebut menjadi salah satu tuntutan mereka.

Khariq juga berikan ultimatum kepada Badan Eksekutif Mahasiswa UNRI untuk segera turun tangan karena belum adanya pergerakan dari BEM itu sendiri.

Aksi dilakukan dengan cara berdiskusi dan memegang potongan kertas karton besar yang berisi berbagai sindiran terhadap tingginya biaya UKT. Para peserta aksi berharap pesan mereka dapat mengundang perhatian lebih dari pemerintah dan pihak universitas segera mengambil tindakan nyata.

Koordinator Umum Apatis Aldino jelaskan lebih lengkap mengenai Apatis. Ia bilang bahwa Apatis mewadahi mahasiswa untuk lakukan gerakan mengenai isu UKT.  Ia harapkan agar mahasiswa dapat menikmati pendidikan murah.

‘‘Seharusnya yang membiayai pelaksanaan pendidikan adalah negara,” ujarnya.

Menarik ke belakang, Aldino paparkan bahwa Apatis telah adakan pertemuan pertama yang membahas mengenai wacana pendidikan gratis di Indonesia. Pertemuan pertama dilakukan di Islamic Development Bank lantai 4 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

“Kita menolak Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum [PTN-BH],’’ ujar Aldino menyebutkan tuntunan yang dihasilkan pada pertemuan di UNY tersebut.

Aldino komentari Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024 mengenai Satuan Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi.  Ia bilang dalam press release-nya Kemendikbud menyatakan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 itu hanya ditunda atau dibatalkan sementara.

“Dikuatkan oleh pertanyaan Pak Jokowi bahwa tahun ini biaya pendidikan tidak akan naik dikarenakan respon masyarakat yang membludak, kemungkinan besar di tahun depan peraturan ini akan berlaku,” ujar Aldino.

Aldino bilang agar kemungkinan buruk tidak terjadi tahun depan, maka diadakanlah gerakan Apatis. Pada Senin lalu, Apatis telah lakukan somasi kepada Kemendikbud yang dilaksanakan selama 17 hari mulai dari 3-20 Juni. Akan dilayangkan di beberapa daerah seperti Semarang, Yogyakarta, Jakarta, Magelang, Makassar, dan juga Riau.

“Pada tanggal 20 nanti akan dilaksanakan aksi serentak untuk merespon tanggapan dari Kemendikbud,” pungkasnya.

Aldino katakan jika tuntutan utama mengenai pencabutan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 direspon dan dicabut, maka gugatan atas peraturan tersebut tidak akan dilayangkan.

“Tapi jika pemerintah tidak merespon somasi, gugatan akan tetap dilayangkan,” ucapnya.

Lembaga yang tergabung dalam somasi cukup banyak dan tersebar di berbagai daerah, mencapai lebih dari 100 lembaga. Massa yang ikut dalam Apatis cenderung mereka yang tergabung dalam organisasi. Sayangnya, banyak mahasiswa yang belum mengetahui akan adanya Apatis ini.

“Tak hanya kawan-kawan Apatis yang menyuarakan, tetapi kawan-kawan di luar Apatis juga harus ikut menyuarakan tuntutan ini,” ujar Aldino.

Agar dapat lebih dikenal semua kalangan, Apatis bekerja sama dengan Project Multatuli dengan membuat beberapa propaganda seperti membuat liputan, tulisan dan riset serta konser.

Aldino paparkan lagi bahwa salah satu tujuan dari aksi Apatis ialah mencabut Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024. Jika peraturan ini dicabut, maka peraturan lama akan berlaku dan UKT akan tetap.

“Yang kita inginkan adalah pendidikan yang gratis secara bertahap,’’ harapnya.

Lebih lanjut, Aldino sampaikan bahwa hal yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan aksi Apatis dimulai dari banyaknya jaringan yang ada. Partisipasi media pun sangat dibutuhkan untuk menambah wacana publik dan membentuk opini agar aksi yang dijalankan dapat menjadi framing untuk kebutuhan publik seperti pendidikan yang murah.

Tak hanya itu,  Aldino bilang wacana terbesar Apatis adalah berkaitan dengan Kovenan International Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Kovenan ini merupakan perjanjian multilateral yang ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Aldino harapkan adanya realisasi Kovenan International Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Nomor 11 Tahun 2005 Pasal 13 Nomor 2 Poin C. Disebutkan di dalamnya bahwa pendidikan tinggi juga harus tersedia bagi semua orang secara merata atas dasar kemampuan, dengan segala cara yang layak, khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap.

“Kami inginkan negara agar merealisasikan pasal yang sudah disepakati secara internasional tersebut karena itu bagian dari kewajiban konstitusi,” tegasnya.

Lanjut Aldino, kenyataannya saat ini tidak seperti itu, karena tiap tahunnya ada kecenderungan kenaikan UKT.  Ia bilang negara harusnya punya wacana bertahap mengenai penyediaan pendidikan gratis tersebut.

Aldino sampaikan bahwa kecenderungan biaya pendidikan yang terus meningkat, tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan pendidikan menjadi sektor privat.

Tak ketinggalan, salah satu peserta aksi Muhammad Syauqi komentari aksi kali ini. Syauqi bilang Ia menempatkan dirinya sebagai mahasiswa yang berempati terhadap pendidikan dan berharap akan lebih banyak lagi orang yang peka terhadap isu ini.

“Apatis mantap banget, Apatis perlu banget bantuan dari seluruh pihak yang peka terhadap pendidikan,” tutupnya.

Penulis: Melvina Yunisca dan Puput Savitri

Editor: Aisyah Yulfitri