Berawal dari mengikuti Kontes Robot Indonesia (KRI), berakhir jadi Klub Robotik. Namanya Engineering Robotic Club, kerap disingkat jadi ERC. Tim robotik ini berasal dari Jurusan Teknik Elektro Universitas Riau (Unri).
Bermula pada tahun 2014 untuk mengikuti kontes robotik, ERC berfokus pada Kontes Robot Sepak Bola Beroda Indonesia (KSRBI). ERC rajin mengikuti kontes. Pada tahun 2021, mereka mengantongi peringkat ketiga bidang KRSBI tingkat Regional. Setahun selepasnya, pada 2022, meraih peringkat keempat dengan jenis lomba yang sama.
Walaupun bukan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), klub ini mendapatkan fasilitas ruangan sekretariat di Jalan Prof Aras Mulyadi, berjejeran dengan UKM Unri lainnya. Sekretariat ini jadi tempat uji coba pelbagai robot. Selain itu, ERC juga mendapatkan dukungan berupa dana dari fakultas dan dosen. Mereka menggunakan dana ini untuk mengikuti perlombaan.
“Kami harus tetap mengajukan proposal untuk pendanaan lomba dan kebutuhan lainnya,” keluh Supervisor ERC Muhammad Hafizh pada Minggu (15/9).
Merakit satu robot dapat menghabiskan biaya hingga Rp 30 juta. Sedangkan untuk KRI, klub robotik ini bisa menyiapkan hingga tiga robot. Beberapa jenisnya seperti robot sepak bola beroda, robot pemadam api, dan robot line follower. Serta masih banyak lagi.
Pembuatan robot-robot tersebut dapat memakan waktu hingga berbulan-bulan. Biasanya tergantung pada tingkat kesulitan masing-masing robot. Misalnya kesulitan saat menemukan komponen robot. Seperti bagian camera omnivision, pixy cam, husky lens, dan masih banyak lainnya.
Pengerjaan dan pengembangannya pun tak lepas dari pelbagai tantangan. Salah satunya saat proses implementasi desain dan merangkai komponen elektronika. Tim pengembang sering merasa rancangannya sudah benar dan sesuai. Namun saat praktiknya, sering berkendala. Contohnya ketika komponen tiba-tiba rusak, program yang galat, hingga gerakan robot yang salah
“Kalau pengen masuk dunia robotik itu siapin banyak dana sih, karena banyak komponen yang cukup mahal dan mudah rusak. Terutama untuk pemula,” ujar anggota ERC Richard Miquel.
Kata Richard, pembuatan robot lebih lama saat menyelesaikan kendala pada robotnya. Daripada proses perancangan dan pembuatannya. Menurutnya pemecahan masalah jadi aspek penting bagi setiap pengembang.
“Belakangan ini kita sudah merambah ke bidang pendidikan, kita sudah mulai mengadakan MoU [Memorandum of Understanding],” ujar Ketua ERC Faiz Hadi Maulana.
Selain mengikuti kontes, ERC pun ikut andil dalam pembelajaran robotik. Bekerja sama dengan beberapa sekolah untuk mengajar robotik. Membimbing siswa yang berkompetensi bidang teknologi. Klub robotik ini mengajar beberapa sekolah seperti MAN 3 Pekanbaru, MTs Negeri 3 Pekanbaru, hingga SMP Taruna Satria Pekanbaru.
“Kami juga mengajar untuk memperkenalkan dasar-dasar robotik. Ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk mengembangkan pendidikan robotik di luar kampus,”timpal Hafizh.
Saat ini klub robotik punya sekitar 25-30 anggota, yang hampir semuanya ikut andil dalam KRI. Namun minimnya anggota aktif juga jadi tantangan. Karena beberapa anggotanya sibuk dengan perkuliahan atau pekerjaan.
ERC bermimpi menjadi pusat komunitas robotik di Riau. Juga mengadakan pelatihan pengembangan robotik, demi meningkatkan kemampuan mahasiswa. Serta berkontribusi lebih banyak pada kompetensi robotik nasional.
Penulis: Melvina Yusnica
Editor : Najha Nabilla