Bertajuk Bangun Narasi dengan Visual, Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Mahasiswa Universitas Riau kembali menaja Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN) Kenal Sastrawi IX. Acara berlangsung dari Senin hingga Jumat, 12 – 16 Mei 2025 di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia atau BPSDM Riau, Jalan Ronggo Warsito, Suka Maju, Pekanbaru.
Dasar jurnalisme dan struktur tulisan menjadi materi pertama yang disampaikan Chik Rini. Seorang Kontributor Majalah Pantau pada 1999 hingga 2003. Tulisan panjang yang pernah ditulisnya bertajuk Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft, Surat dari Geudong: Panglima, Cuak, dan RBT hingga Al-Qaeda Tak Mampir di Aceh.
“Jangan mengulang apa yang sudah ditulis orang,” ucap Chik. Ketersediaan bahan yang banyak selama wawancara akan membuat penulis lebih leluasa untuk menulis, tambahnya.
Ia juga bahas teknik menulis deskripsi, feature, dan narasi. Chik Rini singgung soal penulisan narasi. Butuh waktu hampir satu tahun lebih untuk proses peliputan dan penyuntingan satu karya.
Baca juga Belajar Jurnalistik Data Bareng Irma Garnesia dan Belajar Narasikan Data ala Ira Guslina
Narasi mampu membawa pembaca ke dalam cerita dengan alur yang dibangun berdasarkan fakta liputan. Mengambil sudut pandang atau point of view dari narasumber, narasi memang banyak menyajikan detail kecil.
Berbeda dengan straight news yang ringkas tanpa deskripsi yang berlebihan. Straight news biasanya ditulis untuk memberikan informasi. “Tulisan berisi peristiwa yang harus segera diketahui oleh khalayak umum,” jelas Chik Rini.
Kunci menulis liputan narasi harus rajin membaca dan fokus pada detail kecil. Perempuan yang bekerja sebagai Communication Officer di World Wide Fund for Nature atau WWF Indonesia itu bilang untuk tak lupa melakukan reportase. Bisa dengan mewawancarai banyak narasumber.
“Ibaratnya kalian membuat makanan. Semakin banyak bahan maka semakin beragam [cara] kita mengolah makanan,” tuturya.
Chik Rini sampaikan istilah Get The Name of The Dog yang merujuk pada cerita editor St. Petersburg Times. Mengingatkan para wartawan untuk tidak kembali ke kantor sebelum mendapatkan nama anjing pada liputan mereka. Cerita ini menekankan wartawan agar dapat membuka seluruh indra selama di lapangan.
“Selalu perkaya tulisan dengan deskripsi yang padat,” ujarnya.
Membahas soal tantangan dalam peliputan narasi, sudut pandang yang digunakan menjadi salah satu kesulitan untuk memulai tulisan. “Ketika kita kurang bahan, kita bisa buat narasi traveling dengan sudut pandang orang pertama saya,” sarannya.
Adapun hal yang perlu dipersiapkan untuk reportase di lapangan adalah riset. Mengetahui terlebih dahulu masalah atau topik wawancara. Lalu, membuat outline untuk menyusun pertanyaan. Fokusnya pada pengembangan 5W+1H (what, when, why, where, who, dan how).
“Sehingga kita dapat menentukan sudut pandang yang akan digunakan,” ucap Chik Rini.
Pemilihan narasumber pun harus jeli. Pilih narasumber yang banyak memberikan informasi, pungkasnya. Cari narasumber lain jika mereka tidak terbuka soal identitas.
“Kecuali bagi narasumber pelecehan seksual atau kasus-kasus yang dapat membahayakan keselamatan dan pekerjaan,” tutup Chik Rini.
Penulis: Amelia Rahmadani dan M. Rizky Fadillah
Editor: Fitriana Anggraini

