Pusat Studi Bencana (PSB) Universitas Riau (UNRI) analisis bahwa curah hujan di tahun ini lebih tinggi dari biasanya. Jika ditelisik, wilayah Pekanbaru cenderung lebih datar dari kota-kota di Sumatera, sehingga rentan terdampak banjir.
Yuneva Ragilia Salsani, salah satu warga Pekanbaru keluhkan debit air sungai Sail yang meningkat ketika hujan deras. Katanya, air naik kemudian mengalir sampai ke Jalan Bambu Kuning, lokasi tempat tinggalnya. Tinggi banjir pun mencapai pinggang orang dewasa.
Seperti yang terlihat, ada 11 titik lokasi banjir yang menerjang Pekanbaru pada April lalu. Sebanyak 1.006 Kepala keluarga dan 1.108 rumah ikut terdampak.
PSB UNRI lantas susun beberapa strategi untuk menghadapi permasalahan tersebut. Langkah awal dengan pengerukan atau normalisasi sungai. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya rekayasa agar kapasitas tampung sungai kembali normal. Taktik selanjutnya yaitu membuat tanggul di daerah banjir. Terakhir, yaitu merawat kesmen area atau daerah resapan air.
“Kebijakan ketiga ini sulit dilakukan karena pengaruh urbanisasi,†ucap Sigit Sutikno, Koordinator PSB UNRI.
Ia juga jelaskan bahwa pembangunan daerah Pekanbaru cukup pesat. Akibatnya, daerah resapan air beralih fungsi menjadi daerah kedap air. Hal itu membuat debit air meningkat saat hujan. Tak hanya itu, ada banyak rumah yang berdiri di daerah bantaran banjir atau food plain.
“Harusnya masyarakat diberi informasi jika di sana rawan terhadap banjir,†tegasnya saat di wawancarai pada 29 April.
Menindaklanjuti kebijakan tersebut, PSB UNRI akan bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau. Keduanya berencana membuat peta risiko bencana bersama. Kedepannya, tak hanya banjir yang jadi pusat perhatian, bencana lain pun juga akan ditangani.
Hemat Sigit, Bentuk kerja sama ini menunjukkan potensi bencana seperti apa yang akan terjadi. Lalu, bencana apa yang akan mengancam pada daerah yang ditempati. Meskipun tanggul dan normalisasi telah diterapkan, bukan berarti daerah tersebut bebas banjir. Langkah ini diupayakan untuk mengurangi dampaknya.
Kata Sigit, Riau memiliki dua musim kemarau dan dua musim hujan. Musim kemarau pertama memiliki rentang waktu yang lebih pendek, dimulai dari Januari hingga pertengahan Maret. Dilanjutkan musim hujan pertama hingga Juni. Pada musim kemarau kedua terjadi selama tiga bulan. Terhitung dari Juli hingga September. Lalu, diakhiri musim hujan kedua pada Oktober hingga Desember.
“Sekarang iklim sangat tidak menentu, kadang bisa sangat ekstrim,†lanjutnya.
Menurut Sigit, meski sudah dilakukan mitigasi yang sangat masif, tetap akan ada potensi bencana banjir. Namun, besarannya dapat dikurangi.
Pusat studi yang berada dibawah naungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian UNRI ini menganalisis curah hujan yang terjadi di Pekanbaru. Selain itu, PSB UNRI bertujuan menjadi pusat riset yang unggul di Asia Tenggara. Khususnya dalam bidang kebencanaan akibat pengelolaan gambut yang tidak tepat serta kebencanaan hidrometeorologi.
Selain fokus terhadap solusi kasus Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan dan banjir, PSB juga mengembangkan beberapa model. Di antaranya model pertanian tanpa batas, analisis hidriologi di lahan gambut, sekat kanal untuk pembasahan gambut, paludri kultur, dan pendirian desa binaan untuk pengembangan madu lulut. PSB berharap dengan upaya ini dapat meningkatkan sumber penghidupan masyarakat yang dibutuhkan agar tidak membakar lahan.
Penulis: Aisyah Khairunnisa’
Editor: Andi Yulia Rahma