Sidang umum Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Riau (UNRI) telah usai. Struktur anggotanya pun sudah ditetapkan pada Jumat (24/9). Jabatan ketua umum resmi beralih pada M. Kurnia Sandy dari Fakultas Teknik.  Tak sendiri, Sandy gandeng Jobi Hal’azim daerah pilihan (dapil) Fakultas Pertanian dan Agung Permana dapil Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Masing-masing menjadi wakil ketua umum satu dan dua.

Struktur dan nama yang ditetapkan hari itu tak jauh beda dari pemetaan anggota yang tersebar sebelumnya. Hanya ada sedikit perubahan di beberapa jabatan. Seperti wakil ketua umum I, bendahara umum, dan sekretaris umum. Beredarnya tangkapan layar yang berisi pemetaan struktur tersebut sontak membuat ricuh mahasiswa. Akibatnya, sidang umum memakan waktu hingga 9 hari lamanya.

Puncak kericuhan ini membuat massa padati halaman Rektorat Universitas Riau (UNRI) pukul 15.30, pada 22 September lalu. Kerumunan massa terbagi menjadi dua kubu. Di antaranya perwakilan daerah pilihan (dapil) dan aliansi penyelamat demokrasi UNRI.

Kurnia Sandy, Pimpinan Sidang I ceritakan kronologinya. waktu itu panitia diminta menjeda forum secara tiba-tiba. Pasalnya, massa aksi memaksa masuk ke Ruang Indragiri—tempat jalannya sidang. Semula, sidang dimulai  pukul 10 pagi. Hingga saat akan membentuk tim formatur DPM, panitia memberi instruksi untuk jeda.

Tim formatur merupakan struktur kepengurusan DPM UNRI. Terdiri dari ketua umum, wakil ketua umum satu, wakil ketua umum dua, sekretaris umum, dan bendahara.

Dilain pihak, Rio Alfi selaku perwakilan aliansi penyelamat demokrasi UNRI akui, dirinya memang menerobos masuk ruang sidang. Rio bermaksud sampaikan tuntutan bahwa sidang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ia menyayangkan dugaan adanya pemetaan struktur oleh Steering Committee (SC) tidak diusut tuntas.

“Kedatangan saya bukan mencari keributan, tapi ingin selesaikan dulu kasus yang belum terselesaikan. Mengapa kasus SC kemaren dibiarkan begitu saja, sedangkan sidang ini seperti dikejar terburu-buru,”tegasnya.

Sabri dari perwakilan dapil turut menjelaskan bahwa pihak mereka datang untuk mengamankan kerabatnya yang telah diusung menjadi dapil. Ia juga mendapat informasi adanya keributan di tempat sidang. Selain itu, perwakilan dapil dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) juga menghubunginya.

“Bahkan dapil FKIP juga menghubungi saya, artinya memang ada permasalahan besar yang akan kita jumpai sebentar lagi,”ujarnya.

Wakil Rektor (WR) III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Iwantono, membenarkan jika sidang dihentikan. Ia juga bilang, beberapa mahasiswa dan anggota DPM meminta klarifikasi kasus pemetaan daftar nama DPM sebelum sidang dilanjutkan.

“Supaya tidak ada intervensi terhadap sidang,” ucap Iwantono saat ditemui di ruang kerjanya.

Untuk meredam aksi ricuh tersebut, Iwantono putuskan keluar menemui massa. Langkah mediasi pun ia ambil. Masing-masing perwakilan diminta menemuinya.

Sebelum itu, Iwantono juga sempat memantau ruang sidang. Ia minta kepada kedua belah pihak menyikapi keributan dengan kepala dingin.

Dari hasil diskusi, Khoirul lantas ditunjuk sebagai perwakilan para dapil. sedangkan Refaldo Asta, mewakili aliansi penyelamat demokrasi. Menjelang magrib, semua pihak yang terlibat baru terlihat keluar dari rektorat.

Refaldo kemudian sampaikan tiga hasil mediasi tersebut. Pertama, dua perwakilan sepakat masalah ini akan dimediasi oleh WR III UNRI. “Pak Iwantono tidak memaksakan diri menjadi mediator, melainkan dari kesepakatan kami.”

Kedua, target mediasi akan diselesaikan malam hari sampai pagi hari jika tidak memungkinkan. Ketiga, keputusan akan diumumkan oleh Iwantono pada siang harinya.

Hal yang sama juga disampaikan Khoirul. Pihaknya menunggu hasil mediasi dan target-target mediasi selanjutnya.

“Pak WR III dan stafnya nanti akan memanggil pihak-pihak terkait untuk mencari solusi dan titik terangnya, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” tutup Mahasiswa Fakultas Teknik tersebut.

Penulis: Almuhaimin Kembara Elmarbuni

Editor: Febrina Wulandari