“Ini salah satu contoh mahasiswa pengguna KID [Kartu Indonesia Dungu],” ungkap Rocky Gerung yang diikuti riuhan tepuk tangan di Gedung Sutan Balia pada Rabu (25/10).

Ratusan mahasiswa hadiri diskusi publik bertajuk Strategi Cerdas Menghadapi Tantangan Kepemimpinan Daerah dan Indonesia di Masa Depan. Kegiatan ini ditaja oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau atau BEM UNRI.

Sebelumnya seminar ini di Aula Gedung Rektorat  Lantai 4. Banyaknya pendaftar yang tak sepadan dengan jumlah lokasi, panitia pun umumkan pemindahan lokasi lewat pesan WhatsApp. Perhelatan dimulai pukul dua siang, lengah satu jam dari jadwal yang ditentukan.

Empat pembicara didatangkan. Ialah Yasin Kara anggota DPR 2004-2009, dan Rafly Harun seorang Pakar Hukum dan Tata Negara. BEM turut mengundang Habil Marati sebagai Anggota DPR RI 1999-2009, serta akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung.

Presiden Mahasiswa UNRI Khairul Basar awali rangkaian dengan sambutan. Ia ajak mahasiswa untuk berpikir kritis dan berpartisipasi demi kemajuan Riau.

Yasin Kara jadi pembicara pertama, bawakan isu pendapatan perkapita Indonesia dan infrastruktur yang tengah berjalan. Tuturnya, infrastruktur miliki pengaruh untuk kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi adanya sumber daya yang tidak dimaksimalkan menambah beban utang negara. Capai angka 14 triliun rupiah hingga kini.

Tambah lagi persoalan Pulau Rempang, ujarnya. Yang masyarakatnya mesti diusir dari tanahnya demi investasi Negara.

“Lalu sebenarnya ekonomi itu untuk siapa? Untuk rakyat? Atau untuk orang asing?” tanyanya.

Berikutnya Refly Harun, sampaikan harapan untuk Indonesia dimasa depan. Baginya negara yang baik adalah negara yang mementingkan kesejahteraan rakyat. Tanpa membiarkan rakyatnya kelaparan, takut berbicara, atau tidak miliki pekerjaaan. Apalagi masuk penjara hanya karena berbeda pendapat.

“Saya membayangkan Indonesia masa depan itu adalah Indonesia yang bertanggung jawab pada rakyatnya,” lugas Refly.

Kemerdekaan Indonesia pun kian menyimpang ujar Refly. Hingga dibutukan beberapa deklarasi kemerdekaan kembali. Ia ungkap tentang sejarah orde lama yang ditumbangkan oleh orde baru, berharap mendapati kemerdekaan Indonesia. Namun nyatanya, 32 tahun berjalan negara tetap sama. Menjadi awal reformasi yang menggeser masa orde baru.

Refly umpamakan jalannya demokrasi seperti pohon alun-alun di Yogyakarta. Berjalan dengan mata terbuka pun tetap melenceng.

Ungkap Refly partai politik baiknya memerhatikan sumber daya alam yang tertuang dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945. Ialah tidak pernah merubah bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pasal inilah ujar Refly yang kerap jadi persoalan. Misalnya tak ada penerapan dari nilai UUD.

Muasalnya, lantaran ada perselingkuhan antara pengusaha dan penguasa. Penerapan pasal 33 ini tak dirasakan oleh masyarakat di dalamnya. Hanya untuk oligarki, pengusaha, dan penguasa negara. Tentunya hal ini seperti pengkhianatan bagi Refly.

“Demokrasi kita dikenal dengan demokrasi berbayar, kalau tidak menggunakan uang tidak didengar,” pungkasnya.

Dilanjutkan Rocky Gerung. Lelaki kelahiran Manado ini awali dialog dengan memaparkan informasi defisit otak pada bayi Indonesia.

‘’Kalau anda hamil hari ini bayi yang ada di kandungan anda rahim itu memiliki hutang 50 juta rupiah. Kalau begini, kemungkinan rahim tersebut akan kekurangan defisit otak 25% atau stunting pasti terjadi pada 1 dari 4 bayi yang lahir di Indonesia.’’

Perbincangan tentang stunting pun tak terlepas dari adanya bonus demografi. Rocky kutip pernyataan Presiden Indonesia Joko Widodo, yang menyatakan puncak bonus demografi terjadi pada tahun 2045. Ia pun tanyakan langkah masyarakat Indonesia dimasa kini, bertempur dengan bonus demografi.

“Apalagi jika kita lihat statistik IQ  [Intelligent Quotient] orang indo rata rata 78 sedikit di atas simpanse. Dan bagaimana kita akan bertarungkan 10 tahun kedepan sementara yang dipertarungkan tersebut adalah kecerdasan,” jelasnya.

Terakhir oleh Habil Marati. Pesankan pada mahasiswa untuk dapat membangun negara dan menjadi agen perubahan yang baik. Ia juga bilang kalau lah Indonesia tak bisa terlepas dari Melayu.

Harapnya juga, mahasiswa dapat gunakan hak suaranya sebaik mungkin pada Pemilihan Umum atau Pemilu mendatang. Habil ungkap mahasiswa mesti paham akan isu politik saat ini. Pun jika ada penolakan masuknya politik ke kampus, ini menjadi pembelajaran untuk para mahasiswa.

Masuki babak tanya jawab, panitia batasi kuota pertanyaan dengan dua peserta. Berhasil direbut oleh Epi Susilawati dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Verdi Ginting.

Epi angkat isu Rempang yang akibatkan adanya bentrokan, serta tanyakan keadilan untuk masyarakatnya. Dibalas oleh Refly Harun, bahwa pemerintah tak miliki kewenangan untuk mengambil alih Rempang. Berlandaskan Pasal 33 UUD 1945. Ia tegaskan bahwa NKRI hormati persatuan pemerintah, hak tradisional, dan hak adat istiadat masyarakat.

Tambahan datang dari Rocky. Ia ujarkan kalau bentuk yang tidak dipisahkan dari masyarakat Rempang ialah ekologisnya. Bukan hanya habitat dan tempat tinggal. Namun ada nilai budaya yang tidak bisa dicabut begitu saja. Inilah alasan masyarakat Rempang marah saat pemerintah hanya menilai Pulau Rempang dari sisi ekonomi saja.

Beralih pada pertanyaan kedua, Verdi Timanta Ginting. Mahasiswa dari Fakultas Teknik ini agih pertanyaan khusus pada Rocky Gerung. Ia tanyakan fungsi dan keefektifan DPR. Apakah instansi ini mestinya dibubarkan? Mengingat bermacam materi yang disampaikan kebanyakan berisi kritik pada DPR.

Secara lugas dan tegas, Rocky nyatakan akan berhenti jika Verdi inginkan dirinya berhenti berpendapat.

“Jika anda ingin mengambil alih saya sebagai oposisi, saya berhenti,” ujarnya.

Ia sebutkan berbagai program pemerintah yang ada saat ini. Mulai Kartu Indonesia Pintar atau KIP, hingga Kartu Indonesia Sehat atau KIS.

“Hanya ada satu kartu yang tidak dikeluarkan oleh Jokowi saat ini, dan hanya digunakan oleh dirinya sendiri. Yaitu KID, Kartu Indonesia Dungu.”

Tanggapan dari Rocky Gerung ini pun dapati tepuk tangan meriah dari penonton.

Penulis: Nur Wachida Olivia dan Aisyah Yulfitri

Editor: Arthania Sinurat