ELVIRIADI mengirim pesan ke grup WhatsApp Koalisi Rakyat Riau pukul tiga sore. Ia meminta bantuan karena mau ditahan kalau tidak teken Berita Acara Pemeriksaan atau BAP. Elviriadi, dosen Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim dimintai keterangan oleh penyidik Kepolisian Sektor Tambang, Kamis (16/03).
Grup mulai ribut. Rocky Ramadani beritahu kalau pengacara Nurul Huda menuju lokasi. Aditya Putra Gumesa berangkat bersama pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau.
Sesampainya di Polsek Tambang, pengurus BEM tak diperbolehkan masuk. Mereka pun menunaikan shalat Ashar di Mushola dekat Polsek. Tak lama kemudian Elviriadi keluar untuk shalat Ashar. Ia menceritakan kronologi sejak awal. Elviriadi dan Yulius memenuhi panggilan penyidik Polsek Tambang. Dalam surat yang dilayangkan Polsek Tambang, sudah menetapkan Elviriadi dan Yulius tersangka.
Yulius, warga Perumahan Fajar Kualu, Desa Tarai Bangun,  tak mau dimintai keterangan. Lantaran, surat pemanggilannya tak sampai padanya. Saat itu juga, dibuatkan ulang surat pemanggilan untuk hari Senin (20/3). Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Tambang, Jambi Lumbantoruan mengatakan, saat surat tersebut diantar ke kediaman Yulius, rumahnya tutup. Kemudian menitipkan pada Elviriadi sebagai ketua Rukun Tetangga .
Elviriadi selanjutnya dimintai keterangan. Dosen dan juga aktivis lingkungan ini, tak mau dan hendak pulang. Mendapati hal tersebut, penyidik kemudian laporkan kepada Kapolsek.
“Saya kok dipanggil sebagi tersangka Pak,â€
“Kita ini kan menjalankan hukum Pak. Dua alat bukti cukup jadi penilaian penyidik menetapkan tersangka.â€
“Saya tidak mau Pak. Saya mau pulang saja. Panggilan kedua saja kasih keterangan,â€
“Kalau Bapak tidak mau, jelaskan saja disitu alasannya.â€
Jambi Lumbantoruan melanjutkan, penetapan tersangka tidak harus ada pemanggilan dan pemeriksaan. Jika sudah ada dua alat bukti, dapat ditetapkan tersangka. Saat ini penyidik memiliki alat bukti visum korban dan tiga orang saksi.
Elviriadi mengaku sempat tertekan. “Karena ini kasus penganiyaan, Bapak bisa saja saya tahan,†kata Elviriadi meniru ucapan Jambi Lumbantoruan. Ia seorang diri tanpa didampingi pengacara dalam pemeriksaan.
Pukul setengah 6 sore, Nurul Huda bersama kerabat menemui Jambi Lumbantoruan di ruang kerjanya. Mereka meminta penjelasan terkait kasus yang dialami Elviriadi. Usai pertemuan tersebut, Elviriadi pun selesai dimintai keterangan dan diperbolehkan pulang.
ELVIRIADI DAN YULIUS menghadap penyidik di Polsek Tambang. Kasus ini bermula pada Selasa, 21 Februari lalu. Sekira pukul 11 siang, terjadi keributan di Perumahan Fajar Kualu, Desa Tarai Bangun, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar.
Elviriadi dan Yulius diduga melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang dimuka umum. Sesuai yang diatur dalam Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Wardi sebagai korban melaporkan tindakan yang diterimanya kepada Polsek Tambang pada hari yang sama.
Kemudian penyelidikan pun dinaikan ke penyidikan dengan menetapkan Elviriadi dan Yulius sebagai tersangka.
Kata Yulius, Wardi memiliki tanah yang berbatasan dengan komplek perumahan. Diantara batas tersebut, dibangun pagar. Warga sekitar sudah lama mengetahui Wardi sering merusak pagar komplek.
“Bekasnya pun ada. Pagar roboh,†ujar Yulius.
Tak terima sering merusak pagar, warga langsung menghentikan aksinya. Keributan pun terjadi. Menurut Yulius, warga hanya mendorong Wardi. Elviriadi pun merasa tak ada melakukan pemukulan.
Elviriadi dan Yulius berkeyakinan saksi memberikan keterangan palsu. Menurutnya, saat itu saksi yang diperiksa penyidik tidak berada saat kejadian berlangsung.
Setelah Elviriadi dan Yulius dimintai keterangan, akan dikirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Negeri Bangkinang, Jum’at (17/03). Elviriadi dan Yulius pun berencana melakukan upaya hukum praperadilan untuk menguji sah tidaknya penetapan tersangka oleh penyidik Polsek Tambang.#Eko Permadi