HAKI: Bagaimana Dampak Terhadap Pemerintahan yang Bebas Korupsi

Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Universitas Riau (UR) adakan diskusi terkait dampak peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) di Riau. Acara bertempat di sekretariat Bahana pada Jumat (2/12).Dipandu oleh Agus Alfinanda, kru bahana.

Pembicara pertama yaitu Kasiaruddin, selaku komite integritas HAKI. Ia memulai diskusi dengan jelaskan, bahwa anggaran tidak pernah terbuka, hal ini yang sebabkan birokrat harus dirubah. Berkebalikan dengan tiga teori kedaulatan negara oleh Radix Ismail, yaitu kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara dan kedaulatan hukum.

Kemudian Kasiaruddin sampaikan kegiatan yang akan diselenggarakan di Riau, yaitu Rembuk Integritas Nasional (RIN) dan HAKI. Acara akan diselenggarakan  pada  8  – 10 Desember 2016.  Kegiatan  HAKI  akan  melibatkan  masyarakat  di  12  kabupaten  dan  kota yang ada di  Provinsi Riau  dan juga 33 Provinsi  lainnya  di  Indonesia.

Rangkaian kegiatan berupa RIN, Kirab Budaya Integritas, Deklarasi Rakyat Riau Anti Korupsi, Gerak Jalan Santai, Seminar, Lomba Karya Tulis, Lomba Syair atau Pantun Melayu Anti Korupsi, Konser Musik dan Seni, Expo dan Bazar. Pemerintah juga akan bangun Monumen Integritas. “Dalam segi Antropologi, manusia memerlukan symbol. Maka dibuatlah Monumen Integritas,” ujar Kasiaruddin.

Selama tiga tahun terakhir, Komisi Pemberantas Korupsi sudah bergerak untuk berintegritas agar korupsi tidak merajalela terutama di Riau. “Diadakannya HAKI sebagai terminasi agar masa lalu buruk berhenti, karena banyak pejabat di Riau terjerat kasus korupsi,” kata Kasaruddin.

Pemerintah Provinsi Riau telah melakukan langkah-langkah dalam rangka budaya integritas. Diantaranya, pembentukan kominte integritas pada 10 Juni 2016, penyusunan pedoman atau panduan komite integritas, penyusunan Road Map Budaya Integritas Pemerintah Provinsi Riau yang berisikan langkah-langkah dalam mencapai tingkat kematangan pemenuhan 16 komponen sistem integritas dan pembentukan tunas integritas.

Taufik perwakilan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) beri materi kedua, pria berkacamata ini katakan, komunitas sebagai tempat mendorong upaya anti korupsi dan revolusi gerakan sosial.

Alasan mendorong gerakan sosial anti korupsi menurut Taufik, pertama kejahatan korupsi yang semakin meningkat dan terstruktur dengan berbagai modus dan latar belakang, maka dibutuhkan satu gerakan yang terstruktur pula untuk melakukan gerakan melawan kejahatan korupsi.

Kedua, gerakan sosial anti korupsi yang terus melemah, maka dibutuhkan pula wadah yang continue melakukan pengorganisasian dan tempat untuk pendidikan anti korupsi yang masif dan terstruktur

Ketiga, seiring dengan berkurangnya kepedulian masyarakat dalam membangun gerakan sosial anti korupsi dan regenerasi di kalangan aktivis anti korupsi, maka dibutuhkan upaya lewat mekanisme gerakan sosial dalam mendorong lahirnya generasi anti korupsi yang kuat dan terkoordinasi.

Dan keempat, pemberantasan kejahatan korupsi tidak semata-mata dilakukan melalui upaya penindakan, tetapi aspek yang harus dilakukan adalah bagaimana menumbuh semangat gerakan sosial anti korupsi melalui komunitas-komunitas yang pro gerakan anti korupsi secara berkelanjutan.

Secara umum kasus korupsi yang terjadi di Provinsi Riau, berdasarkan objek korupsinya dibedakan kedalam dua hal. Pertama, Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Korupsi APBD ini saat ini mendominasi temuan korupsi di Provinsi Riau dalam berbagai jenis, mulai mark-up, gratifikasi, manipulasi.

Kedua, Korupsi sektor sumber daya alam (SDA), korupsi ini dalam prakteknya melibatkan kepala daerah dan pihak perusahaan. Di Riau sudah ada dua Gubenur dan tiga kepala daerah yang terjerat kasus ini.

Tahun 2015, Panitia Khusus Monitoring Evaluasi perizinan DPRD Provinsi Riau, menemukan praktek – praktek pengelolaan SDA di Riau yang dilakukan secara tidak benar, yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan Negara triliunan rupiah.

Salah satu temuan, perusahaan pemegang konsesi menggarap lahan di Provinsi Riau melebihi dari izin yang diberikan. Kemudian temuan perusahaan yang bergerak disektor perkebunan dan kehutanan yang tidak membayar kewajiban pajak, sehingga berpotensi kehilangan pajak mencapai Rp. 17 triliun dalam kurun waktu 5 tahun.

Taufik paparkan masalah yang dihadapi saat ini, yaitu kurangnya partisipasi masyarakat terhadap tindakan anti korupsi, banyaknya korupsi di tingkatan daerah yang perlu di perhatikan, termasuk kurangnya transparansi dan akutabillittas di kalangan pemerintahan. Sehingga hal yang mesti dilakukan saat perayaan HAKI adalah pemetaan dan pengembangan jaringan kelompok masyarakat sipil yang dapat meresonalisasikan suara-suara publik, tentang transparasnsi dan akuntabilitas pemerintahan terhadap pergerakan anti korupsi

Terdapat beberapa strategi dalam membangun kesadaran HAKI, yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana , berani dan adil.

Di akhir materinya, Taufik berharap perayaan HAKI bukan kegiatan seremonial saja, harus ada keberlanjutan dan dukungan dari semua pihak untuk tercapainya Riau tanpa korupsi. *Irma Susanti