“Masuk Bahana Mahasiswa Universitas Riau (UNRI) jangan kejebak hanya sekedar menulis atau sekedar jadi beritawan, tetapi kuasailah keduanya,” harap Nurul Fitria dalam Kelas Jurnalistik tingkat dasar oleh Bahana Mahasiswa.
Bertajuk Beraksi dengan Narasi, peserta santap empat materi dasar yang harus dipahami jurnalis. Dilaksanakan di meeting room Perpustakaan UNRI, pada Jumat (29/9).
Nurul Fitria jadi pemateri pertama, ia sampaikan tentang ToR, Riset, dan Interview. Katanya tahapan penulisan seorang jurnalis ialah mencari dan menyaring informasi. Kemudian menentukan sumber riset, melakukan riset, crosscheck, dan penulisan.
Tambahnya, untuk jadi jurnalis harus pandai melakukan riset, “teman-teman harus melakukan riset untuk mendapatkan informasi awal.”
Untuk sumber riset, ada empat tingkatan kata Nurul. Ialah narasumber pertama, dokumen pertama, hasil penelitian, dan media. Lalu, tingkatan yang paling rendah adalah sumber riset yang didapat dari media.
“Tahapan riset bukan sekedar di awal, tetapi saat kita memulai mencari informasi sampai terbitnya tulisan,” tegasnya.
Selanjutnya, Nurul jelaskan tentang Term of Reference (ToR) atau kerangka acuan. Katanya kerangka acuan ialah outline tulisan yang menjadi panduan jurnalis dalam penulisan dan wawancara.
Nurul paparkan beberapa poin utama dalam menulis ToR. Ialah mencari topik, permasalahan dan poin permasalahan yang hendak ditulis.
Lalu, pembagian tulisan, mencari narasumber, dan membuat daftar pertanyaan. Kemudian membuat list foto atau grafis, ini jika ada kata Manager riset dan Informasi Senarai itu. Terakhir mengumpulkan bahan riset dan deadline penulisan.
“Poin tersebut tidak mutlak, tetapi itu poin minimal yang harus ada dalam ToR,” tambah Nurul.
Terakhir Nurul jelaskan tentang wawancara. Kata Nurul wawancara adalah sebuah proses penggalian informasi yang didapatkan melalui narasumber.
Ada tiga jenis wawancara, ujar Nurul. Ialah one by one atau interaksi langsung. Lalu, door stop ialah wawancara informal. Terakhir press conference berupa penyampaian secara langsung yang disaksikan media dan khalayak umum.
Saat lakukan wawancara ada beberapa etika dasar atau aturan minimum yang harus dipahami. Menurut Nurul ialah melakukan persiapan dalam wawancara dan memastikan narasumber mengetahui aturan saat wawancara.
Lalu, tepat waktu saat mengadakan janji temu dan sopan-santun saat wawancara narasumber. Dengan mendengarkan narasumber dan berani menyela saat poin pembahasan tidak terfokus dari pertanyaan.
Kemudian mengamati suasana sekeliling, mengamati jawaban narasumber dengan tenang. Kemudian, melakukan kontak mata saat wawancara. Terakhir melakukan transkrip wawancara dan memeriksa kembali.
Materi selanjutnya ialah straight news yang disampaikan oleh Ahlul Fadhli. Koordinator Jejaring dan Komunitas Senarai ini jelaskan berita terbagi dua. Pertama non-berita seperti tulisan panjang ataupun feature. Kedua yaitu berita seperti straight news.
Ahlul—sapaan akrabnya katakan 5W+1H menjadi kewajiban dalam suatu tulisan straight news. Prinsip 5W+1H memuat what, when, where, who, why, dan how.
Straight news berbentuk piramida terbalik dengan tiga bagian. Pertama, bagian lead berisi SW+1H. Lalu, body penjabaran dari 5W+ 1H. Terakhir, leg berisi harapan dan tanggapan.
“Namun, penulisan feature tidak harus menggunakan piramida terbalik,” ucapnya.
Judul tulisan mainkan peranan penting. Ahlul katakan judul akan menarik minat pembaca. Oleh karena itu, membuat judul tidak boleh terlalu panjang, menggunakan akronim dan tidak bersifat opini.
“Pandai mencari alternatifnya, jangan sampai kedua-duanya ga selesai dan kita ga dapat apa-apa,” jelas Ahlul.
Feature menutup materi diklat kenal bahana pada sore itu. Diisi oleh Suryadi, wartawan Mongabai ini katakan gaya bahasa feature lebih panjang dari straight news.
“Straight news tulisannya relatif lebih pendek, dengan susunan penulisan piramida terbalik,” katanya.
Ucap Suryadi, feature itu sendiri sudah ada lebih dari 100 tahun yang lalu. Di dalam dunia jurnalistik, feature dimulai oleh dua orang mahasiswa di Amerika Serikat yaitu Britton Hadden dan Henry Luce.
“Berawal dari didirikannya majalah Time, media tersebut jadi yang pertama gunakan feature sebagai ciri khas kepenulisan,” jelasnya.
Kata Suryadi, feature seperti tulisan yang bercerita. Dibandingkan straight news, feature bersifat awet atau layak dibaca sampai kapanpun. Berbeda dengan straight news yang hanya menjadi bahasan pada beberapa waktu saja.
Suryadi juga sampaikan muatan dari feature yaitu deskriptif dan anekdot. Selanjutnya yaitu monolog, dialog dan lain sebagainya.
Dalam penulisan feature, ada empat hal yang perlu diperhatikan. Yang pertama yaitu fokus. Suryadi katakan feature berfokus pada penulisan berdasarkan 5W+1H.
“Dalam penulisan, feature berfokus pada pertanyaan yang ingin digali lebih lanjut,” paparnya.
Kedua, yaitu angle atau sudut masuk dari tulisan. Ujar Suryadi, angle diperlukan untuk memasuki tulisan dari sudut yang bagus supaya mudah dimengerti, “Seperti halnya dalam suatu gambar, dari sudut mana kita akan melihat.”
Selanjutnya yaitu lead atau paragraf awal tulisan. Lead ialah satuan dari angle yang bersifat memancing rasa penasaran seseorang untuk membaca lebih lanjut.
Keempat, yaitu outline yang disebut juga sebagai komposisi. Digambarkan memainkan mood pembaca. Juga lanjutan dari lead yang berisi dari pertanyaan.
“Seperti halnya kita dalam memasak suatu makanan, outline inilah komposisi dari feature itu,” tutupnya.
Penulis: Afrila Yobi, Desi Angraini, dan Rehan Oktra Halim
Editor: Arthania Sinurat