From Garbage to Clinical Devices. Itulah judul proposal  yang diajukan Ahmad Fadli di ajang Paragon Innovation Summit 2.0. Dosen Teknik Kimia Universitas Riau ini menceritakan semua kegiatan yang ia dan timnya lakukan dalam mengubah cangkang telur yang merupakan sampah padat jadi prototipe atau contoh model tulang implan.

Penelitiannya tentang implan tulang dari bahan keramik hidroksiapatit itu, sudah lama ia tekuni. “Sejak tahun 2012. Ketika menyelesaikan pendidikan doktor di Internatioal Islamic University Malaysia,” cerita Alumnus Universitas Sriwijaya ini.

Ide itu muncul karena kelangkaan implan tulang jenis tulang berpori di Indonesia. Sementara kebutuhan di tanah air sangatlah tinggi. Hal ini juga diamini oleh Mohammad Nasir. Pada 2017 lalu, Mantan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi itu katakan, kebutuhan tulang implan capai seratus persen. Nasir berharap ada produksi implan tulang di Indonesia untuk mengurangi impor.

Fadli dalam jurnalnya jelaskan, hidroksiapatit merupakan komponen anorganik utama pada jaringan keras biologis seperti tulang dan gigi. Hidroksiapatit ini banyak digunakan dalam bentuk berpori yang akan digunakan sebagai material implan. Pori-pori tersebut bermanfaat untuk adhesi sel jaringan biologis dan pertumbuhan fase tulang baru.

Namun, inovasi yang dilakukan Ahmad Fadli bukanlah tanpa hambatan. Ia masih kesulitan mencari industri yang bisa diajak kerjasama melanjutkan prototipe hingga jadi tulang implan yang dapat dikomersialkan.

Pada ajang Paragon Innovation Summit 2.0, 23 Maret lalu, Ahmad Fadli terpilih jadi pemenang terbaik kategori kesehatan.  Dengan risetnya tentang pengembangan implan tulang dari bahan keramik hidroksiapatit.

Paragon Innovation Summit merupakan ajang bertemunya para inovator Indonesia lewat kolaborasi pada lima bidang yang ditentukan. Meliputi sektor teknologi, industri, pendidikan, lingkungan dan kesehatan. Tahun ini merupakan kedua kalinya Paragon Innovation Summit diadakan. Sebelumnya dihelat di Institut Teknologi Bandung tahun 2018 silam  yang diikuti 10 ribu peserta.

Penyelenggara kegiatan, Paragon Technology and Innovation adalah perusahaan kosmetik yang menaungi brand Wardah, Make Over, Emina, dan Kahf.

Ahmad Fadli mengetahui informasi Paragon Innovation ini dari Reno Susanto, mahasiswa bimbingannya. “Jadi Reno yang mendaftarkan saya,” katanya. Pada ajang ini, peserta bisa daftar sendiri atau didaftarkan orang lain.

Reno melihat Fadli konsisten lebih dari dua puluh tahun mengembangkan riset tentang alat kesehatan. Terutama implan tulang dari bahan keramik hidroksiapatit.

“Pak Ahmad Fadli perlu mendapatkan reward terhadap penelitiannya,” kata mahasiswa angkatan 2016 ini.

Mulanya di tahap pendaftaran, Reno unggah video, pamflet serta berkas persyaratan lainnya. Video dan pamflet berisi tujuan, proses dan manfaat yang ditawarkan kepada masyarakat. Usai tahap pendaftaran, ada dua tahapan lagi yang mesti dijalani. Seleksi administrasi dan wawancara.

Yakni pada 17 Maret lalu, Fadli presentasikan hasil inovasinya selama tujuh menit di depan dua orang juri. Semua itu dijalaninya dengan sempurna. Ia pun keluar sebagai peserta terbaik bidang kesehatan.Tak hanya itu, Fadli juga terpilih jadi pemenang kategori Most Favorite Innovator.

Selanjutnya ia diminta membuat video dengan durasi empat menit. Isinya tentang program inovasi yang dilakukan dan manfaat produk untuk masyarakat.

Ahmad Fadli ungkapkan alasannya mengikuti kompetisi ini untuk memperkenalkan tim riset biomaterial Universitas Riau. Sekaligus menginformasikan program inovasi yang telah mereka lakukan kepada penyelenggara Paragon Innovation Summit 2.0.

“Terus semangat dan serius mempelajari ilmu ini. Masyarakat sangat menunggu karya-karya inovasi kita, khususnya implan tulang ini,” pesan Fadli kepada mahasiswa yang tertarik di bidang biomedik ini.

Hingga kini, Ahmad Fadli dan tim sudah publikasikan hasil inovasi ini ke beberapa jurnal internasional. Serta mempresentasikannya di beberapa konvensi internasional. Dua sertifikat paten dari Kementerian Hukum dan HAM juga sudah dikantongi.

Penulis: Aisyah Khairunnisa’

Editor: Dicky Pangindra