Memasuki masa kampanye, Pemilihan Raya (Pemira) Fakultas Ekonomi dan Bisnis malah berujung kecurangan. Tragedi ini bermula dari hilangnya spanduk kampanye pasangan calon atau paslon nomor urut 02 yang dipasang di depan One Alumni Coffee. Spanduk milik pasangan Yuditya Wahyu Perdana dan Muhammad Rizqi Yusma tak lagi tampak, Selasa malam, 8 Januari.

Merasa tak terima, tim paslon 02 kemudian sebarkan video kabar pencopotan spanduk tersebut. Hal ini turut dibenarkan Iswandi selaku ketua tim pemenangan paslon 02. Ia bilang, pencopotan spanduk dilaporkan oleh timnya saat perjalanan pulang dari kampus.

Seruan Iswandi dalam video justru menuai protes dari pihak lawan. Penggunaan kalimat ayo menjadi pemilih yang cerdas dalam video, dinilai merugikan paslon nomor urut 01. Rival mereka merasa bahwa seakan-akan peristiwa pencopotan itu dibuat oleh tim paslon 01.

Tak tinggal diam, tim pemenangan paslon Hajrul Fajar dan Rio Alfiwardhana, buat aduan penudingan kepada Panitia Pemilihan Raya Fakultas (PPRF). Di bawah komando Muhammad Imam, tim ini sambangi Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa FEB.

“Kami merasa dirugikan dari statement yang mereka keluarkan,” ujar Imam.

Tim 01 ajukan beberapa tuntutan. Pertama, permintaan maaf secara pribadi dari tim pemenangan paslon 02. Kedua, membuat video klarifikasi bahwa pencopotan spanduk bukan dilakukan oleh tim paslon 01. Video disebarkan sebelum pukul 9 malam, pada 10 Januari lalu. Ketiga, penyebaran video harus digencarkan lewat di setiap grup angkatan melalui WhatsApp.

Meski sudah ajukan tuntutan, tim pemenangan paslon 02 tampak tak mengindahkan hal tersebut. Bahkan, lewat pukul sembilan, video klarifikasi masih belum ada. Padahal, kata Imam, Panitia Pengawas (Panwas) sudah ajak pihak yang bersangkutan untuk duduk bersama.

“Kata pihak Panwas, di situ sudah disepakati. Video dikirim sebelum jam kerja, dan akan dibagikan setelah jam kerja,” aku Imam.

Hampir pukul setengah 10 malam, tim paslon 02 baru mengunggah video permintaan tersebut. Namun, tuntutan yang diharapkan tidak disampaikan oleh pihak lawan. Hanya kabar terkait kasus kehilangan yang saat ini tengah ditelusuri oleh Panwas. “Video tidak sesuai dengan tuntutan yang disepakati,” lanjut Imam.

Sementara itu, Iswandi juga beri penjelasan. Katanya, tim 02 tidak menyudutkan pihak mana pun. Ia menyebut, hal yang disampaikan dalam video adalah bentuk pemberitahuan kepada mahasiswa yang tidak tahu kejadian di lapangan. “Karena pemira kali ini, kan, online. Jadi, supaya yang lain tahu apa yang terjadi di lapangan,” terangnya.

Lebih lanjut, Iswandi katakan jika penggunaan kata oknum dalam video tersebut, bukan oknum mahasiswa. Menurutnya, oknum ini berasal dari orang yang iseng atau pihak keamanan satpam. “Kami bersikukuh tidak menyinggung dan menyudutkan pihak manapun,” ungkap Iswandi kepada kru Bahana via telepon (11/1).

Hemat Iswandi, perisitiwa ini bukanlah masalah kecil. “Hal ini mungkin sepele bagi sebagian orang, tapi kalau dibiarkan akan membudaya. Ini langkah awal untuk mematikan demokrasi ini.”

Akrom Mahdi selaku Ketua PPRF juga beri tanggapan. Tujuan dari klarifikasi tak lain agar mahasiswa tidak salah tafsir terkait isi video tersebut. “Kita nggak tahu, entah dicopot atau ada oknum yang emang sengaja.” Ia juga terangkan, meskipun belum diketahui siapa pelakunya, laporan permasalahan ini sudah diterima. Pun segera diproses oleh Panwas.

Meski begitu, ungkapan Akrom dinilai tidak netral sebagai ketua pelaksana. Hal ini dibuktikan dengan beredarnya poster Ganti KP PPRF, sejak siang (10/1). Melalui akun Instagram @pemira_febunri, Akrom sampaikan klarifikasi. “Saya terbukti tidak netral, oleh karena itu saya meminta maaf atas ketimpangan dan kesalahan yang terjadi,” begitu katanya dalam video berdurasi 25 detik itu.

Mohammad Sahjehan yang mengetuai Panwas turut menyayangkan kejadian tersebut. “Nah, di sini aku juga ga bisa backup lagi, jadi aku serahkan ke teman-teman dan ke SC [Steering Committee] gimana baiknya. Hasilnya, dia dinonaktifkan sementara.”

Menurut Sahjehan, Akrom dinilai membela salah satu pihak. Dengan demikian, ia harus dinonaktifkan hingga masa Musyawarah Mahasiswa. Havis Riyadhatul ditunjuk menggantikan. Lanjutnya, video yang disampaikan tim 02 adalah bentuk kampanye kotor. “Berkedok kehilangan spanduk, tapi sambil berkampanye. Itu kan sebenarnya tindak kecurangan dalam berkampanye,” ungkap mahasiswa Perpajakan ini.

Peletakan atribut seperti pamphlet atau spanduk sejatinya telah diatur dalam Peraturan Mahasiswa. Isinya, harus ada persetujuan dari PPRF dan Panwas terlebih dahulu. “Saya harap, Pemira ini berlangsung lebih baik ke depannya dan tidak ada kecurangan seperti ini lagi,” tutup Sahjehan.

Penulis: Ellya Syafriani

Editor: Febrina Wulandari