Dua puluh hari terhitung sejak Senin, 17 Januari, Syafri Harto akan mencicipi kehidupan di balik jeruji besi. Ia resmi ditahan di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Riau oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Kejaksaan Negeri atau Kejari Pekanbaru telah menahan tersangka dugaan kekerasan seksual itu usai tahap satu. Seluruh berkas sudah dinyatakan lengkap oleh penyidik pada 6 Januari lalu.

“Hari ini sudah tahap II. Tersangka SH berikut barang bukti sudah diserahkan oleh penyidik, ” kata Sunarto Kepala Bidang Humas Polda Riau (17/1) kepada Bahana Mahasiswa.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau (UNRI) itu digiring JPU dengan pendampingan kuasa hukumnya. Ia mengenakan rompi merah dengan kedua tangan diborgol.

Sebelumnya, Syafri sempat mengajukan penangguhan penanganan. Namun, JPU tak mengabulkan pengharapannya. Jaja Subagja selaku Kepala Kejaksaan Tinggi Riau menceritakan ihwal tersebut dalam jumpa pers.

“Dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dan mempersulit persidangan, ” kata Jaja.

Alasan lain soal penahanan ialah kekhawatiran bahwa tersangka yang berprofesi sebagai dosen ini akan mengulangi perbuatannya.

Selaras dengan ini, Korps Mahasiswa Hubungan Internasional atau disingkat Komahi mengapresiasi kinerja perangkat penegak hukum. Poin yang juga menjadi tuntutan dalam beberapa aksi protes adalah kemungkinan mengulangi tindakan kekerasan seksual yang ia lakukan kepada Bintang—bukan nama sebenarnya.

“Kami akan terus mengawal proses hukum yang akan berlangsung hingga pada putusan pengadilan,” tutur Agil Fadlan Mabruri—Ketua Divisi Advokasi Komahi UNRI.

Dua bulan lebih kasus ini bergulir. Kini, jaksa tengah menyiapkan berkas perkara untuk dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru.

“Masih ada proses pelimpahan perkara ke pengadilan untuk segera disidangkan,“ jelas Noval Setiawan Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru yang juga pendamping hukum Bintang.

LBH Pekanbaru turut mengapresiasi langkah jaksa untuk menahan Syafri Harto. Berikut harapan agar jaksa dan majelis hakim yg menyidangkan perkara ini dapat berpihak terhadap korban kekerasan seksual.

“Karena, kasus kekerasan seksual adalah kejahatan luar biasa dan sudah banyak menjadi korban,” lanjut Noval. LBH juga mengimbau agar banyak pihak ikut memantau perkara di persidangan kelak.

Syafri Harto akan disidang atas tindakan pidana kesusilaan yang disangkakan kepadanya. Dekan nonaktif ini diancam pasal 289 Jo pasal 294 ayat (2) Jo pasal 281 ke-2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP. Pasal ini menggugat Syafri Harto dengan kurungan penjara maksimal sembilan tahun.

Adapun pasal 289 berbunyi “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.”

Sementara pasal 281 ke-2 menyebutkan “Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: Barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.

Reporter: Reva Dina Asri

Editor: Annisa Febiola