Rektor Universitas Riau (UNRI) Sri Indarti resmi cabut laporannya terhadap Khariq Anhar Mahasiswa Fakultas Pertanian UNRI. Bermula dari kritik kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI), pelaporan berakhir mediasi di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Riau pada Senin (13/5).
Sri ujar kasus ini tidak berbuntut panjang setelah mengetahui pemilik akun tersebut. Ialah Khariq Anhar.
“Ternyata akun tersebut dimiliki oleh Mahasiswa UNRI,” ucap Sri. Lebih lanjut Ia ungkap pencabutan laporan baru dilakukan Senin lalu lantaran adanya libur selama empat hari sebelumnya.
Khariq selaku terlapor berpendapat, perbincangan selama mediasi tidak memakan waktu lama. Hal ini dikarenakan Sri telah mencabut laporannya dan Khariq katakan ia datang untuk mendengarkan penyampaian dari Sri.
“Mediasi berlangsung biasa saja. Bu Rektor sampaikan bahwa laporan itu tertuju kepada akun. Namun setelah menyadari itu darinya [Khariq], mereka mundur, ” ucapnya.
Khariq sampaikan bahwa perlu adanya kebebasan untuk berekspresi dan menyampaikan kritik. Terlebih lagi dalam kasus ini untuk mencari siapa pemilik akun, akan lebih baik adakan diskusi terlebih dahulu sebelum pelaporan.
Khariq katakan ia terima pencabutan pelaporan. Ia harapkan adanya kesepakatan terkait bagaimana akademik dan kelulusannya. Bila nanti ada sanksi akademik, ia ujar akan mengusahakannya seperti mahasiswa pada umumnya.
“Jadi ketika nanti saya diancam, walau saya sudah sering diancam sebenarnya, selama ini khawatirnya itu dilakukan dan saya berhenti kuliah,” tutur Mahasiswa Angkatan 2020 itu.
Harapannya ia masih bisa melanjutkan kuliah. Sejauh ini ia akui belum pernah mendapat surat pemanggilan sekalipun dari pihak kampus. Pun setelah kejadian ini, ia harap tidak akan adanya pelaporan lagi.
Kemudian Khariq ingin adanya keterbukaan antara Pimpinan UNRI dengan mahasiswa untuk diskusi bersama.
”Adanya ruang diskusi diperlukan untuk menampung aspirasi kami,” kata Khariq.
Khariq sebut akan terus buka ruang diskusi dan kritik. Menurutnya kritis kebijakan bisa menular ke semua mahasiswa. Soal langkah lanjutan, ia ucap tidak ada karena pelaporannya sudah selesai.
Tambahnya lagi, kebebasan berpendapat atas kebijakan publik telah diatur dalam undang-undang. Keberadaan kritikan tentu juga akan berdampak bagi banyak orang dan hal tersebut perlu diperjuangkan.
Tak lupa, Khariq singgung permasalahan kenaikan UKT. Ia bilang agar dapat dipertimbangkan kembali oleh Pimpinan UNRI.
”Soal kenaikan UKT, alangkah baiknya direvisi atau dibatalkan,” tegas Khariq.
Ia akan amat mendukung proses mediasi antara mahasiswa dan pimpinan perguruan tinggi sebagai jalan keluar tehadap kebijakan UKT ini. Khariq pun mengajak Mahasiswa UNRI untuk terus memperjuangkan kuliah bagi mahasiswa dengan ekonomi menengah kebawah.
Lain halnya dengan Khariq, Wilton Amos Panggabean sebagai Kuasa Hukum Khariq dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru mengaku kecewa terhadap proses mediasi tersebut. Ia melihat tidak ada tawaran dan upaya yang akan dilakukan Rektor.
Ucap Wilton, dalam forum tak ada kesepakatan untuk mencabut Surat Keputusan Rektor Nomor 496/UN19/KPT/2024 pada Februari lalu mengenai UKT dan IPI.
“Sebenarnya masih ada tuntutan dari Khariq yang belum terpenuhi,” jelasnya.
Wilton sampaikan, pencabutan ini adalah simbol bahwa sebenarnya persoalan ini bukanlah persoalan hukum.
“Tidak bisa dikenakan kepada Khariq dan walaupun itu kepada akun yang bersangkutan,” lanjutnya.
Terkait mediasi, Wilton sampaikan dalam kepolisian ada namanya restorative justice. Ialah keadilan yang mengedepankan pemulihan atas kerugian atau penderitaan yang timbul akibat suatu tindak pidana.
Namun, pemanggilan mediasi ini tidak ada intervensi yang begitu besar. Hanya menyampaikan bahwa persoalan dimulai karena melaporkan akun.
“Hanya close begitu saja tanpa ada resolusi-resolusi yang harus dicapai bersama,” tutur Wilton.
Perihal kasus tersebut, Wilton ucap ini adalah wujud pembungkaman. Walaupun laporan pengaduan ditujukan kepada akun yang bersangkutan tapi nama akunnya sendiri adalah aliansi mahasiswa penggugat.
Ia ujar perlu kehati-hatian kepada pejabat publik untuk melakukan pelaporan ataupun mengambil tindakan.
“Apalagi melibatkan aparatur negara,” ucapnya.
Lanjutnya, pembungkaman ini jelas bahwa yang terdampak adalah Khariq sendiri. Ia akan mendampingi Khariq agar siap menghadapi prosesnya.
Untuk langkah selanjutnya, Wilton ucap LBH Pekanbaru akan selalu mengawal bersama mahasiswa yang ingin menuntut.
“Silakan kawal tuntutan teman-teman mahasiswa bahwa biaya kuliah itu tinggi. Jadi bukan lagi uang kuliah tunggal singkatannya tapi uang kuliah tinggi atau UKT itu uang kuliah tak terbayarkan,” sindirnya.
Wilton sebut pula bahwa persoalan ini dimulai dari Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 2 Tahun 2024 mengenai standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi.
“Jadi harus disampaikan suara-suara tersebut kepada Kemendikbud yaitu Nadiem,” tutupnya.
Penulis: Desi Angraini dan Erwin Hamonangan
Editor: Arthania Sinurat