Lahan Milik Korporasi dan Cukong Sawit dalam Holding Zone

Dari 405.874 hektar lahan Holding Zone (HZ), Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau atau Jikalahari menemukan 29.102 hektar diantaranya milik lima korporasi dan dua pengusaha. Semuanya bergerak di perkebunan sawit.

Dengan rincian PT Torganda memiliki 9.979 hektar di Rokan Hulu, PT Padasa Enam Utama seluas 1.926 hektar di Kampar. Selanjutnya, PT Agro Mandiri atau Koperasi Sentral Tani Makmur Mandiri sebanyak 485 hektar di Kampar, PT Andika Permata Sawit Lestari seluas 10.098 hektar di Rohul dan PT Citra Riau Sarana seluas 4.000 hektar di Kuantan Singingi.

Untuk perseorangan, Koko Amin memiliki lahan seluas 614 hektar di Rokan Hilir. Ationg dan Asiong sebanyak 2.000 hektar di Kuansing. Nurul Fitria, Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari paparkan temuan ini pada khalayak media di Karambia Cafe, Rabu (18/10).

HZ adalah kawasan non hutan dalam Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau atau Ranperda RTRWP Riau namun belum mendapat persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Luas wilayah 405.874 HZ ini didapat dari pembahasan rapat paripurna DPRD Riau. Usulan awal dari 1.045.390 hektar, seluas 640.257 hektar tidak disetujui karena ditenggarai areal perusahaan besar yang dikuasai tanpa izin.

HZ diperuntukkan untuk pemukiman 19.317 hektar. Lalu infrastruktur, fasilitas sosial dan umum 7.078 hektar, kawasan industri 399 hektar, perkebunan rakyat 321.717 hektar, hutan lindung 1.798 hektar, kawasan perikanan 183 hektar dan kawasan pertanian 55.355 hektar.

“Kami menilai Pansus RTRWP Riau tidak membuka dokumen draft dan tidak melibatkan publik karena ada kepentingan korporasi sawit dan cukong illegal yang diakomodir,” kata Made Ali, Wakil Koordinator Jikalahari dalam siaran persnya.

Temuan berawal dari investigasi Jikalahari  terhadap lahan HZ pada awal Oktober lalu. Caranya, overlay peta berdasarkan Ranperda RTRWP Riau 2017-2037 dengan SK No.903/Menlhk/Setjen/PLA.2/12/2016, SPOT Imagery 2o15 dan Eyes on The Forest 2017.

Contoh hasil yang didapat, PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL). Berdasarkan overlay,  ditemukan titik-titik koordinat  wilayah kerja perusahaan yang masuk ke daerah HZ. Daerah tersebut sudah ditanami sawit dengan umur lebih dari tiga tahun.  

Selain itu, PT APSL ini pernah berkonflik dengan masyarakat adat Bonai. Model skema yang dipakai yaitu “Bapak Angkat”. Masyarakat dapat 300 ribu Rupiah perbulan dan telah berlangsung selama delapan tahun melibatkan sekitar 1ooo kepala keluarga. Saat ini masyarakat adat minta lahan mereka yang kelola. Dari skema ini juga diduga, lahan terbakar di kawasan PT APSL akibat pembukaan lahan baru.

Menurut catatan akhir tahun 2016 Jikalahari, luasan lahan terbakar mencapai 3ooo hektar berada dalam kawan Hutan Produksi PT APSL.  Penyelidikan terbakarnya lahan perusahaan diwarnai penyanderaan tim KLHK yang turun langsung ke lokasi.

Masalah kedua yang ditemukan adalah menurunnya luasan Kawasan Lindung Gambut (KLG). Pada 2016 lalu, Pemerintah Provinsi Riau dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah mengajukan KLG seluas 1,6 juta hektar. Kemudian awal 2017, KLHK juga mengeluarkan peraturan menteri luas KLG menjadi lima juta hektar dengan rincian 2,4 juta hektar kawasan lindung dan 2,6 juta hektar kawasan budidaya.

Alih-alih ditambah, dalam Ranperda RTRWP luas KLG hanya 21.615 hektar.

“Bagaimana kerja Badan Restorasi Gambut di Riau?,” kata Nurul Fitria.

Dari beberapa masalah tersebut, Jikalahari beri rekomendasi : pertama, Menteri Dalam Negeri menolak Ranperda RTRWP Riau 2017-2037 dan perintahkan Gubernur Riau bahas ulang ranperda dengan syarat pada prosesnya melibatkan partisipasi publik.

Kedua, Menteri LHK secara substansial tidak menyetujui HZ seluas 405.874 hektar karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 104 tahun 2015 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Perubahan kawasan hutan harus berdasarkan partisipasi publik, ruang ekologis dan kawasan lindung gambut.

Ketiga, Badan Restorasi Gambut menolak Ranperda RTRWP karena hanya mengakomodir kawasan lindung gambut seluas 21.615 hektar.

Kertas posisi dan temuan Jikalahari sudah disampaikan langsung ke KLHK. Saat ini berkas Ranperda RTRWP Riau berada ditangan Mendagri. “Pembahasan ini lintas kementerian. Kami berharap KLHK koordinasi dengan Mendagri soal temuan ini,” tutup Nurul Fitria. *Eko Permadi