Fasilitas Laboratorium Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau (FKIP Unri) saat ini tidak memadai untuk kegiatan praktikum. Laboratorium ini bersebelahan dengan Gedung M Diah Unri.
“Sudah lama dirasakan mahasiswa, tetapi belum ada solusi pasti dari pihak universitas,” ujar Bupati Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia (Himaprostpek) Unri Gunawan Limbong, Kamis (17/10).
Dia menyatakan bahwa laboratorium tersebut mengalami banyak masalah. Seperti keterbatasan alat-alat laboratorium, terutama alat yang memerlukan daya listrik. Alat-alat praktikum yang memerlukan daya listrik, beberapa sudah tidak berfungsi lagi.
“Proses praktikum menjadi lambat dan waktu yang memerlukan untuk menyelesaikan tugas semakin panjang,” ucap Gunawan.
Dia mengatakan alat yang berfungsi bisa terhitung dengan jari. “Efektivitas pembelajaran praktikum berkurang drastis,” lanjutnya.
Di samping masalah peralatan, ketersediaan bahan kimia di laboratorium juga menjadi tantangan. Banyak bahan kimia yang habis dan kedaluwarsa, sehingga mahasiswa harus membeli bahan-bahan sendiri untuk keperluan praktikum.
“Biaya tambahan ini menjadi beban tersendiri bagi kami. Kondisi ini tentu memberatkan, terutama bagi mahasiswa dengan keterbatasan finansial,” tambah mahasiswa angkatan 2022 itu.
Gunawan mengatakan beberapa wastafel mengalami kebocoran dan tersumbat. Sehingga sulit menggunakannya untuk mencuci peralatan praktikum.
Jendela laboratorium yang rusak pun memudahkan hewan liar seperti monyet dapat masuk ke ruangan. Sehingga mengganggu kegiatan praktikum dan membahayakan mahasiswa, tambahnya.
“Kami sudah melaporkan masalah ini kepada berbagai pihak di Kampus, tetapi respon yang kami harapkan belum terlihat,” ucap Gunawan.
Selaras dengan Gunawan, Kepala Divisi Advokasi dan Sosial Masyarakat Himaprostpek Radiansyah Gultom pun mengeluhkan hal yang sama. “Kondisi laboratorium yang ada saat ini jauh dari kata layak,” ujarnya pada Selasa (29/10).
Dia memaparkan bahwa dinding laboratorium penuh dengan lumut dan tumbuhan liar. Bahkan tumbuhan liar dapat masuk ke dalam laboratorium.
Menurut Radiansyah, laboratorium yang seharusnya menjadi tempat mahasiswa mengasah kemampuan praktik justru menciptakan hambatan.
“Praktikum seringkali tertunda atau metodenya harus diubah karena peralatan atau bahan yang dibutuhkan tidak tersedia,” ucapnya.
Misalnya saat hendak melakukan percobaan dengan kalsium karbonat (CaCO3), bahan tersebut tidak tersedia. Solusinya, mahasiswa terpaksa mengganti bahan bersangkutan dengan bahan yang lain.
“Kekurangan bahan kimia bukan satu-satunya kendala,” keluhnya.
Radiansyah menyebut bahwa beberapa peralatan penting seperti wastafel juga mengalami kerusakan. Wastafel sering bocor dan tersumbat, sehingga harus bergiliran menggunakan satu wastafel yang masih berfungsi.
“Praktikum yang seharusnya bisa selesai dalam waktu singkat menjadi memakan waktu lebih lama karena kami harus menunggu giliran,” tambahnya.
Tak hanya itu, mahasiswa itu juga menambahkan perihal kondisi ruangan laboratorium yang kurang memadai. Terutama saat hujan deras.
“Air hujan dapat masuk melalui jendela yang rusak,” ujar Radiansyah.
Hal tersebut menimbulkan genangan air di lantai. Sehingga meningkatkan risiko kecelakaan seperti terpeleset selama kegiatan praktikum.
Radiansyah mempertanyakan penggunaan dana UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang rutin mahasiswa bayar setiap semester. Dia menyayangkan fasilitas di kampus yang tidak memadai padahal sudah membayar UKT dengan jumlah yang tidak sedikit.
“Apakah dana yang kami bayarkan benar-benar dialokasikan untuk peningkatan sarana dan prasarana pendidikan?”
Dia sudah beberapa kali menyampaikan keluhan perihal kondisi laboratorium ke pihak program studi dan fakultas. Namun minim tanggapan atau hanya sebatas pernyataan formal.
“Rasanya frustrasi ketika keluhan kami hanya berakhir pada formalitas tanpa ada tindakan nyata,” tambah Radiansyah.
Mahasiswa baru seperti Rama Prasetya dan Siti Fadilah turut merasakan kondisi laboratorium yang tidak memadai ini. Rama menyebutkan bahwa jumlah peralatan penting seperti neraca timbangan sangat terbatas. Sehingga mahasiswa harus bergiliran menggunakannya.
Selain itu, sistem pembuangan limbah di laboratorium juga bermasalah. Limbah sering mengendap di wastafel. “Ini menghambat proses praktikum,” kata Rama.
Selaras dengan Radiansyah, Siti Fadilah juga mengeluh perihal jendela yang rusak. Sebab saat hujan, lantai menjadi basah dan banjir.
“Sebelum memulai praktikum, kami sering kali harus mengepel lantai dulu agar aman digunakan,” jelas Siti. Kekurangan bahan kimia pun menambah kendala dalam pelaksanaan praktikum mereka.
“Kami berharap langkah ini bisa didengar supaya pelaksanaan kegiatan praktikum berjalan lancar,” tutup Radiansyah.
Penulis: Sandriana Dewi
Editor: Fitriana Anggraini