“Saya menangis, sedih,” ucap Suryadi dalam diskusi publik yang diadakan oleh Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Pekanbaru. Diskusi publik ini bersempena dengan Peresmian Rumah Juang Rakyat LBH di Jalan Sapta Taruna. Serta, dies natalies LBH yang ke-17, pada Senin (10/10).
Mantan direktur LBH Pekanbaru ini, ceritakan pengalamannya selama di LBH. Masih ingat betul di ingatannya, kasus Sakai yang buat ia dan hakim menitikkan air mata. Selain itu, ada kasus di Bengkalis. Sembilan bulan kasus ini disidangkan, libatkan 75 terdakwa.
Adapun kasus di Pulau Padang, terkait hutan. Suryadi katakan, setiap kasus diperiksa dari dasarnya.
“Kita harus perjuangkan dari proses penyelidikan,” ujar Suryadi. Seluruh pemeriksaan mengutamakan setiap hak manusia, tambahnya.
Lalu, Made Ali. Ia kisahkan perjuangan LBH yang masuk dalam pergerakan masyarakat. Misalnya, peristiwa konflik kehutanan dan agraria di Pulau Padang.
Bermula dari lambannya respon pemerintah, akan perusahaan yang menggerogoti hak masyarakat Pulau Padang. Padahal perizinan sudah dicabut Bupati setempat, tetapi perusahaan tetap jalankan penebangan.
Lantas masyarakat geram. Demi keutuhan tanah airnya dari kerusakan, warga berusaha melawan. Puncaknya, setelah peristiwa itu memakan korban. LBH pun hadir di masyarakat, membantu mencari solusi dari ketimpangan yang ada.
“Jangan sampai hal ini terjadi pada kita, walaupun sudah ada LBH. Karena lambatnya respon pemerintah tiba-tiba kita mati, tiba-tiba kita masuk penjara,” titahnya.
Made sebutkan, kasus berat seperti ini selalu ada tiap bulannya. Itulah alasan LBH harus ada di dunia. Di akhir, ia singgung pula korupsi yang merebak di Riau. Ditambah, dengan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja.
Datuk Abu Garang, tokoh masyarakat adat Pantai Raja. Tuturkan keluhnya, atas pengklaiman olahan oleh PT Perkebunan Nusantara V. Ialah perampasan hak lahan masyarakat di sana.
40 tahun masalah ini berlangsung, hingga kini tidak ada titik keadilan. Dalam meniti persoalan ini, masyarakat ditemani LBH. Tidak hanya itu, ada pula Walhi dan Jikalahari turut turun.
“Kami masyarakat adat Pantai Raja merasa sangat dirugikan,” keluhnya.
Tanggapi perihal tersebut, Boy Even Sembiring berpendapat. Mengutip suatu teori, yang katakan bahwa tak lain pengadilan dibentuk untuk kapitalisme. Ada oknum-oknum di pengadilan. Hal itu buat adanya kelonggaran akan izin, serta nampakkan undang-undang yang tidak partisipatif.
Sejatinya, LBH adalah bantuan hukum struktural, yang berarti hukum sebagai panglima untuk perubahan politik.
Selain pemantik diskusi, perayaan milad ini menyuguhkan orasi rakyat oleh Agil Fadhlan. Serta penampilan musik Mahasiswa Sosiologi Universitas Riau, Agustiadi. Acara ditutup dengan sesi foto bersama.
Penulis : Karunia Putri dan Ellya Syafriani
Editor : Najha Nabilla