Peringati hari HAM, Bahana Taja Bedah Film Senyap

Dalam rangka memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia, Bahana Mahasiswa taja bedah film dokumenter tentang pembunuhan tahun 1965. Film yang berjudul Senyap karya Joshua Oppenheimer pada Rabu (10/12). Bertempat di Sekretariat Bahana, pemutaran film dokumenter tersebut dimulai pukul 16.00. Bahana undang Samin, dari Yayasan Peneliti Korban Pembunuhan 1965 (YPKP 65), mahasiswa STIKES Hangtuah dan mahasiswa Universitas Riau untuk berdiskusi.

Dalam film tersebut, diulas mengenai kronologis pembunuhan terhadap warga yang dianggap dalam naungan Partai Komunis Indonesia (PKI). Mengambil tokoh dari sebuah keluarga yang masih menyimpan dendam terhadap pelaku pembunuhan yang menimpa abangnya. Adik bungsunya berusaha menelusuri jejak kekejaman yang dialami abangnya, Ramli.

Awalnya, ia menanyakan ke beberapa keluarga korban lainnya. Berdasarkan wawancara, para tawanan yang diduga PKI, ditarik paksa ke pinggiran Sungai Ular, kepalanya dipenggal dan dihanyutkan ke sungai tersebut. Sungai yang berlokasi di Serdang Bedagai, Sumatera Utara itu sebagai pusat pembunuhan warga. Pembunuhan tersebut dipimpin oleh seorang komando aksi yang bertugas di daerah-daerah. Nantinya, jika ada perintah dari yang lebih tinggi jabatannya memerintahkan komando aksi didaerah untuk menangkap dan membunuh orang-orang yang dianggap terlibat PKI. Setelah ditelusuri, Ramli korban pembunuhan, lehernya disayat, perutnya ditusuk berulang kali dan dihanyutkan ke Sungai. Namun ia sempat pulang kerumah, akan tetapi diciduk kembali oleh TNI dan didalam truk ia disiksa sampai meninggal hingga akhirnya ia dikubur.

Dari hasil penuturan komandan aksi, pihaknya tidak merasa bertanggung jawab karena hal itu ia lakukan semata-mata tugas negara dan perintah dari atasan. Ia mengakui, banyak dari kesatuannya menjadi gila karena tekanan psikologis setelah membunuh banyak orang. Untuk mengatasi hal itu, sehabis membunuh, darah korban diminum agar tidak menjadi gila.

Keluarga dari pelaku pembunuhan merasa bangga karena menjadi salah satu orang yang memberantas komunis di Indonesia. Dikampung halamannya, mereka disegani.

Sampai saat ini, pelaku pembunuhan yang terjadi tahun 1965 masih berkuasa didaerah itu. Misal, pimpinan DPRD Serdang Bedagai menyatakan, sudah lama ia menjadi anggota dewan. Menurutnya, ia lakukan pembunuhan dibawah perintah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Untuk diketahui, Presiden pertama Indonesia, Ir.Soekarno digulingkan oleh Soeharto. Kemudian Soeharto menjadi Presiden. Semenjak ia berkuasa, seluruh orang yang diduga terlibat dalam PKI ditangkap dan dibantai. Menurutnya, hal ini dilakukan semata-mata untuk menghilangkan paham komunisme di Indonesia. Seluruh daerah di Indonesia bergejolak, hasilnya lebih dari satu juta orang meninggal dalam misinya memberantas komunisme.

Usai pemutaran film yang berdurasi dua jam itu, diskusi pun dimulai. Ahlul fadli, pimpinan umum Bahana buka sesi diskusi. Samin, beri tanggapan mengenai film itu. Menurutnya, film itu masih sebagian kecil menggambarkan kejadian yang sebenarnya. Masih banyak lagi yang belum ditampilkan. Awalnya, ia bercerita mengenai pengalaman pribadi. Saat itu, ia masuk suatu organisasi masyarakat (Ormas) di Riau. Ada perintah dari pusat bahwa seluruh orang yang terlibat dalam ormas melapor diri pada kantor polisi terdekat. Alhasil, tanpa mengetahui tujuan dari melapor diri itu, ia datang ke kantor polisi. Namun, saat itu salah satu pimpinan polisi mengatakan padanya untuk tidak melapor diri.

Setelah ia mendapat informasi dari pusat bahwa beberapa Jendral dibunuh, ia langsung berpindah-pindah tempat agar tidak ditangkap. Namun akhirnya ditangkap dan dipenjara selama 12 tahun di Rumah tahanan Jalan Pepaya, Kota Pekanbaru (sekarang Plaza Matahari). Selama dalam tahanan, para tahanan diperlakukan kasar. Dan orang-orang yang ditahan tersebut tidak melalui mekanisme penahanan yang sebenarnya.

Merujuk dasar hukumnya UU No.8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Dalam undang-undang tersebut diatur mekanisme seseorang diduga melakukan tindak pidana sampai pelaksanaan putusan. Yaitu penyelidikan, penyidikan, pra peradilan, sidang pengadilan, putusan pengadilan, upaya hukum dan pelaksanaan putusan.

Namun, sebelum diberlakukannya peraturan tersebut, yang dipakai adalah Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) Staatsblad Tahun 1941 Nomor 4. Dimana seseorang yang diduga melakukan tindak pidana langsung ditangkap dan masuk proses pembuktian. Menurut Samin, ia ditangkap dan dipaksa mengakui kesalahannya dengan cara dipukul.

Ia menyaksikan sendiri penyiksaan yang dilakukan aparat militer terhadap orang-orang yang masih diduga terlibat PKI. Kaum wanita tak luput dari pembunuhan. Dengan dalih ormas Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) terlibat PKI, anggota Gerwani tersebut ditangkap dan dibunuh.

Samin yang saat ini berkecimpung dalam penelitian korban pembunuhan tahun 1965 secara tegas mengatakan komunis tidak lah suatu paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Ia jelaskan Komunis berasal dari kata Commune (kelompok) dan isme (paham). Menurutnya, komunis adalah sekolompok orang yang tertindas yang ingin memperjuangkan haknya.

Ia katakan sejarah sudah banyak dirubah, komunis berpihak kepada rakyat yang tertindas. Akan tetapi, lanjut Samin, doktrin yang ada dalam dunia pendidikan membuat pemikiran sejak kecil menentang komunis. “Coba apa maksud sabda Nabi Muhammad SAW dalam riwayatnya menyatakan belajar lah sampai ke negeri China,” tegasnya.

Menyoal banyak Jenderal yang dibunuh oleh PKI yang dikenal dengan peristiwa “Lubang Buaya”, ia sangat menyayangkan. Menurutnya banyak kejanggalan atas peristiwa itu. “Bagaimana mungkin PKI bisa melewati penjagaan rumah Jenderal,” tukas Samin. Bahkan, kronologis kejadian, kenderaan yang dipakai, soal waktu penculikan dan kesatuan dari mana masih tertutup.

Ia meyakini, adanya campur tangan pihak asing dalam penggulingan Presiden Soekarno. Alasan kuatnya, Amerika dan sekutu tidak ingin Indonesia memiliki paham komunis. Dilihat dari sejarah, Indonesia saat zaman Soekarno berkuasa menjadi Negara Mercusuar di ASEAN, Afrika dan Amerika latin. Sehingga, menurut Samin, Amerika berupaya agar Indonesia menganut negara liberalis atau bebas. Ia menambahkan, negara yang ada diseluruh dunia ini pasti ada sekelompok orang memiliki paham komunis, alasannya lanjut Samin, komunis lahir karena adanya orang-orang tertindas.

Samin menceritakan banyak bukti-bukti sejarah yang dilenyapkan, agar kebenaran sejarah tidak diketahui. Ia mencontohkan, seluruh penjara bekas tahanan PKI dimusnahkan dan dibangun bangunan baru. Didunia pendidikan gencar didoktrin tentang anti PKI dan terakhir ejaan bahasa indonesia dirubah agar buku-buku lama sulit diketahui artinya.

Samin berharap agar pemahaman masyarakat tentang komunis tidak keliru. “Pembunuhan tahun 1965 bukan lagi untuk semata-mata memberantas PKI akan tetap lebih kepada kejahatan genosida atau pemusnahan suatu ras, suku, orang tertentu,” tegasnya.(*4)