Fakultas Pertanian Universitas Riau (UNRI) memiliki lima Rumah Kaca yang dibangun. Dua di antaranya terletak berdekatan dengan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pertanian, tiga lagi terletak tak jauh dari sekretariat Himpunan Mahasiswa Agribisnis.

Dua yang terletak dekat UPT Pertanian masih jalan sesuai fungsinya. Berbeda dengan tiga lagi yang berdiri berdampingan. Ketiganya terlihat kosong dan tidak terawat.

Salah satunya Rumah Kaca bercatkan hijau. Atapnya hanya menutup setengah bangunan, setengah lagi menyisakan lobang menganga.

Rumah Kaca ini menurut Mardhiansyah Selaku Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan seharusnya digunakan untuk penelitian mahasiswa dan dosen. Namun, nyatanya dibiarkan terbengkalai.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian akhirnya berinisatif memasang spanduk bertuliskan INI RUMAH HANTU. Setelah mengetahui bahwa bangunan tersebut adalah Rumah Kaca untuk penelitian.

Menurut Didik selaku Kepala Dinas Hulmas BEM Fakultas Pertanian, ketiga rumah kaca ini sudah tidak layak pakai.

Ia juga sampaikan bahwa Mardhiansyah sempat akui belum ada pengajuan mengenai renovasi. Namun setelah viralnya postingan tersebut, Mardhiansyah katakan akan lakukan perbaikan.

Bahkan, satu rumah sudah alih fungsi menjadi tempat ternak puyuh.

“Padahal di pertanian sendiri tidak ada jurusan peternakan.”

Ternak puyuh dilakukan oleh mahasiswa jurusan Agribisnis. Hal ini diakui Deby Kurnia selaku Dosen Agribisnis yang memberikan modal dalam peternakan ini.

Ia memberikan lima juta rupiah untuk mahasiswa mengembangkan ternak puyuh tersebut.

“Daripada dibiarkan terbengkalai, tidak ada salahnya rumah kaca tersebut dimanfaatkan untuk pengembangan ternak puyuh.”

Ahmad Rifai juga turut menanggapi meskipun ia sempat sampaikan bahwa ini bukan lagi wewenangnya untuk menjelaskan.

Ia selaku ketua Inkubator katakan bahwa hal ini tidaklah salah. Baginya, apapun objek yang ingin dikembangkan mahasiswa, jika masih berhubungan dengan kewirausahaan tidak menjadi masalah. Inkubator sendiri berfungsi untuk pengembangan kewirausahaan mahasiswa.

“Karena rumah kaca tersebut tidak sedang digunakan maka ternak puyuh yang awalnya dibelakang kami alihkan ke rumah kaca,” tuturnya.

Ahmad akui tidak pernah melarang ataupun membatasi penggunaan Rumah Kaca. Rumah kaca tersebut memang diperuntukan untuk penelitian seperti penelitian tanaman pada Jurusan Agroteknologi.

Jika mahasiswa Agroteknologi atau mahasiswa jurusan manapun yang membutuhkan rumah kaca untuk penelitian, kesempatan yang sama akan seperti mahasiswa Agribisnis dalam menggunakan rumah kaca.

“Namun tentu saja harus sesuai dengan prosedur pemakaian yang telah ditetapkan,” jelas Ahmad.

Bukan hanya puyuh, Agribisnis juga pernah mengembangkan bunga-bungaan  seperti anggrek juga kaktus. Namun, pengembangan bunga-bunga ini juga tidak sepenuhnya berjalan mulus.

“Mahasiswa bebas mau mengembangkan apa saja. Mau mereka ternak ikan meski disana (Faperika) sudah ada jurusan perikanan ya tidak masalah,” lanjutnya.

Setiap mahasiswa memliki ide untuk penelitian atau pengembangan. Sehingga pihak pengelola Inkubator turut memberikan fasilitas yang dibutuhkan.

Meskipun bagi Ahmad memfasilitasi tempat pengembangan ide mahasiswa sebenarnya bukan kewajiban pihak inkubator. Melainkan kewajiban fakultas menurut Tugas, Pokok dan Fungsi atau Tupoksi nya.

Selain itu, Ahmad turut menyayangkan pihak BEM yang tidak pernah menemui nya  untuk bertanya tentang hal ini.

Rumah Kaca tersebut pernah berada dibawah pengelolaan inkubator. Tapi, saat ini tanggung jawab diberikan ke pihak UPT Perkebunan sejak tiga tahun yang lalu. Karena mereka kekurangan Rumah Kaca.

Anthony Hamzah selaku Kepala UPT Pertanian katakan bahwa pihaknya sudah melakukan tiga kali pengajuan renovasi bangunan ini. Pengajuan pertama yaitu renovasi dinding yang diganti dengan kawat berkualitas tinggi, namun cepat robek seperti kawat parabola. Renovasi tersebut  sudah dilakukan.

Pengajuan kedua yaitu kawatnya diganti lagi dengan kawat hijau. Hingga pengajuan ketiga yang sampai saat ini belum disetujui oleh pihak fakultas.

Dalam pengajuan renovasi ketiga ini, Anthony meminta untuk perbaikan seluruhnya. Karena saat ini Rumah kaca itu bukan seperti Rumah Kaca lagi, melainkan seperti lahan terbuka.

Bahkan mahasiswa kini mengunakan Naungan atau Sungkup sebagai tempat penelitian. Naungan atau Sungkup ini merupakan bentuk lain yang lebih sederhana dari Rumah Kaca.

Arju Septika Rama, salah satu mahasiswa Argoteknologi sampaikan bahwa saat ingin membikin Sungkep, kerangka nya itu sendiri diambil dari bekas punya seniornya. “Jaring Kasa nya kami beli menggunakan dana komunitas perbanyakan tanaman kami.”

Namun, Arju akui UPT juga turut menyumbang dana selain hanya menyediakan lahan penelitian untuk mahasiswa.

Selain itu, Anthony katakan mahasiswa juga diminta membeli sendiri pupuk dan obat tanaman yang mau diteliti. Begitu pula spanduk untuk plang nama penelitian. Pihak UPT hanya menyediakan lahan saja. Lalu dikembalikan lahannya seperti semula, apabila penelitian sudah selesai.

“Jika tidak mahasiswa akan dikenakan sanksi seperti penahanan surat keterangan sudah melakukan penelitian atau bisa sanksi lainnya.”

Kru sudah mencoba menemui Mardhiansyah untuk menanyakan tentang Rumah Kaca ini. Namun, Mardhiansyah katakan bahwa persoalan Rumah Kaca bukan bagian mereka. Ia menyarankan untuk menemui pihak pengelolanya saja.

Reporter: Salsabila Diana Putri

Editor: Ambar Alyanada