Salat Istisqa dan Aksi Mahasiswa UNRI Terhadap Bencana Asap

Bencana kabut asap yang melanda Provinsi Riau semakin memburuk. Jarak pandang mulai terbatas. Asap yang menguning membentang hampir sepanjang jalan. Indeks Standar Pencemaran Udara juga terus meningkat. Saat ini, udara di Pekanbaru sudah menyentuh level berbahaya.

Akibatnya aktivitas masyarakat mulai terganggu. Gubernur meliburkan anak-anak sekolah. Begitu juga di Universitas Riau, aktivitas perkuliahan dihentikan. Terhitung sejak kamis siang kemarin hingga dua hari kedepan.

Jumat pagi (13/9), civitas akademika UNRI melaksanakan salat Istisqa, sholat minta hujan. Kegiatan ini berlangsung di lapangan sepak bola FKIP.  UKMI Ar royan sebagai panitia acara menyiapkan terpal sebagai alas salat. Untuk perlengkapan lainnya dibawa dari rumah masing-masing.

Iwantono Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan Alumni, mengimbau mahasiswa agar mengurangi kegiatan di luar ruangan. “Kalau tidak ada kepentingan di luar, lebih baik di ruangan saja,” katanya.

Sehari sebelumnya, ratusan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) mendatangi Kantor Gubernur Riau, Kamis (12/9).

Massa aksi berkumpul menyuarakan keresahan yang sama, perihal kabut asap. Berbagai spanduk bertuliskan tuntutan dibentangkan. Intinya, menuntut penanganan nyata dari Pemerintah Provinsi Riau dan Kota Pekanbaru mengenai bencana kebakaran hutan dan lahan.

Salah satu mahasiswa FISIP dalam orasinya berharap Presiden terpilih bisa memprioritaskan kasus ini dalam seratus hari kerja. Juga, menuntut agar Gubernur Riau bertindak tegas dan  mengajak semua pihak bersama-sama menanggulangi kabut asap.

[image lightbox=”1″ caption=”Salah satu mahasiswa FISIP UNRI sedang berorasi di halaman Kantor Gubernur Riau dalam aksi menuntut penanganan kabut asap”]https://bahanamahasiswa.co/wp-content/uploads/2019/09/IMG-20190912-WA0080.jpg[/image]

Sadewa selaku Koordinator Lapangan aksi katakan bahwa aksi ini bergerak sebagai dorongan mengingatkan pemerintah sehingga siap bekerja sama untuk mengatasi Karhutla dan mencegahnya di kemudian hari. “Aksi hari ini hanya mengambil sisi sosialnya saja,” sambung Sadewa.

Dalam protes kali ini, Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP menuntut Pemerintah dalam tujuh hal:

  1. Berupaya menanggulangi dan mencegah Karhutla agar tidak terjadi lagi
  2. Meminta Gubernur Provinsi Riau untuk melakukan transparansi tindakan terhadap korporasi yang melakukan pelanggaran hukum.
  3. Memperbaiki regulasi yang ada dan menuntut Gubernur Riau untuk mengungkap dan menangkap aktor intelektual atau korporasi di balik kasus Karhutla Riau bekerja sama dengan TNI dan Polda.
  4. Meminta Gubernur Riau untuk mengecam korporasi yang melakukan Karhutla dan memperhatikan penderita ISPA dengan membebaskan biaya pengobatan dan mendirikan rumah sakit khusus paru dan dampak asap.
  5. Melaksanakan penuh peraturan pelaksanaan UU NO. 32 Tahun 2009 tentang Perlindangan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup P.32/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan Lahan.
  6. Menghentikan diskriminasi hukum pada masyarakat bawah atau buruh dan menuntut Pemerintah Provinsi Riau untuk mencabut izin perusahaan pembakar lahan.
  7. Menuntut agar kasus Karhutla Riau diteruskan ke pemerintah pusat agar menjadi salah satu perhatian utama presiden dalam 100 hari kinerjanya.

Menurut Gubernur FISIP, Zainal Abdullah tuntutan tersebut sudah diterima dan ditandatangani langsung oleh Edi Natar Nasution selaku Wakil Gubernur Riau. “Dan dari perwakilan mahasiswa FISIP akan follow up tuntutan tersebut di hari Senin.”

Rencananya beberapa bulan kedepan, akan ada aksi lanjutan dengan langsung turun ke lapangan, melakukan restorasi gambut dan hutan yang terbakar. Restorasi berarti memulihkan atau mengembalikan keadaan hutan seperti semula.

Tak hanya mahasiswa FISIP, nantinya pada 17 September Badan Eksekutif Mahasiswa UNRI akan adakan aksi lagi. Aksi ini mereka namai Gerakan 17 September atau G17S.

Reporter: Firlia Nouratama, Eka Suci Pramana sari.

Editor: Annisa Febiola