Tuntutan Mahasiswa dalam G17S: Copot Jabatan Kapolda Riau

Deretan bus membawa massa menuju Kantor Polda Riau Selasa (17/9) siang. Satu mobil bak terbuka sebagai komando. Di atasnya ada Menteri Kabinet, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) serta Koordinator Lapangan (Korlap). Ratusan sepeda motor mengekor di belakangnya. Terlihat seperti lautan manusia dengan jaket almamater biru muda yang dikenakan.

Tak lupa dibawa atribut seperti pengeras suara, bendera kelembagaan hingga boneka pocong. Teriakan “Hidup Mahasiswa” bergema sepanjang jalan.

Pawai ini merupakan iring-iringan mahasiswa Universitas Riau terkait Kebakaran Hutan dan Lahan atau Karhutla. Mereka menamainya Gerakan 17 September (G17S). Tak hanya UNRI, aksi ini juga digerakkan oleh Mahasiswa Universitas Abdurrab dan Politeknik Caltex Riau (PCR). Menurut BEM UNRI, sebanyak tujuh ribu massa turut dalam aksi.

“17 September dipilih karena menjadi angka momen sejarah kemerdekaan Indonesia,” kata Ramadana Ari. Ia Menteri Hukum, Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM UNRI.

Harapannya, dengan gerakan ini Riau dapat merdeka dari permasalahan asap dan Karhutla yang sudah melanda Riau sejak 22 tahun terakhir. Sehingga bencana ini tak ada lagi  di tahun-tahun mendatang.

Langit Riau telah diselimuti kabut asap sejak Agustus lalu. Karhutla menjadi penyebabnya. Langit biru adalah pemandangan yang dirindukan masyarakat Riau saat ini.

Betapa tidak, Indeks Standar Pencemar Udara atau ISPU menunjukkan bahwa kualitas udara Pekanbaru sangat tidak sehat. Bahkan mencapai status berbahaya. Akibatnya sekolah dan perguruan tinggi diliburkan beberapa hari.

Dilansir dari data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada Rabu, (18/9) sebaran titik panas di Riau sebanyak 139 titik. Titik terbanyak ada di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu dengan 20 titik panas. Sedangkan 10 hari terakhir, titik panas di Riau mencapai 1.785.

Melalui aksi G17S, massa menuntut tiga poin terkait karhutla, diantaranya:

  1. Meminta Kapolda untuk segera mundur dari jabatannya, karena telah gagal memberantas Karhutla yang ada di Provinsi Riau.
  2. Menangkap Korporasi-Korporasi yang terbukti melakukan pembakaran hutan dan lahan.
  3. Meminta pertanggung jawaban kepada pihak kepolisian atas korban luka-luka ataupun fasilitas yang rusak dari mahasiswa.

Tuntutan ini diperuntukkan pada Kepala Polda (Kapolda) Riau yang sedang tak berada di tempat. Mengacu pada janji Presiden Jokowi yang akan mencabut tugas Kapolda, Komandan Korem dan Pangdam jika gagal mengatasi Karhutla. Mereka dinilai tidak memberikan perubahan signifikan terhadap bencana kabut asap di Riau.

Menurut Syafrul Ardi selaku Presiden Mahasiswa UNRI bahwa pemerintah dan aparat yang berwenang harus bisa menindak dan memberi efek jera pada dalang kabut asap. 

“Kalau masalah hulu nya tuntas, tentu permasalahan kabut asap di kota ini tidak akan dirasakan lagi.” 

Aksi awalnya berjalan damai saat gubernur mahasiswa per fakultas menyampaikan orasi.

Jelang pukul lima sore, seketika aksi menjadi ricuh. Bermula saat ada massa yang mencoba masuk ke Kantor Polda dengan mendorong pagar. Dorongan itu membuat pagar pembatas rusak dan roboh. Hal ini membuat pihak kepolisian geram dan balik mendorong ke arah yang berlawanan. Beberapa oknum juga melayangkan pukulan ke beberapa massa aksi yang ricuh.

Fauzan, Menteri Dalam Universitas BEM UNRI diamankan ke kantor Polda.

“Fauzan mengalami beberapa pukulan dari aparat dan ada sedikit luka-luka di bagian tubuhnya,” terang Ramadana Ari, Koordinator Lapangan aksi.

Kericuhan berlanjut hingga pihak Polda menyemprotkan air dengan selang kearah kerumunan. Massa yang kesal membalas dengan melempar botol mineral, sampah plastik dan tongkat kayu.

“Beli air! Beli air! Biar kita lempar botolnya,” pernyataan terdengar dari beberapa orang sambil melempar botol ke kantor Polda.

Semprotan air sempat membuat mahasiswa mundur. Syafrul Ardi juga terlihat lemas dan berjalan dibopong ke luar dari kerumunan.

Aksi saling dorong menimbulkan banyak korban. Baik dari UNRI, Abdurrab maupun PCR. Mulai dari luka-luka hingga dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara. Akibatnya massa mendesak Polda Riau untuk bertanggung jawab.

Akhirnya tiap presiden mahasiswa dari tiga kampus dipanggil menghadap Wakapolda. Tak cukup sampai di situ, Ramadana Ari mengancam akan kembali turun dalam waktu dekat jika Riau masih berselimut asap.

Menjelang magrib Aras Mulyadi—Rektor UNRI— dan Iwantono, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni datang mendamaikan massa. Sejak itu aksi kembali tenang dan kemudian bubar.

 

Reporter: Putra Agung, Tio Afandi Nasution, Eka Suci Pramana Sari

Penulis: Malini, Wan Ecika 

Editor: Annisa Febiola