Ketukan palu oleh Adel Zamri selaku Ketua Senat Universitas Riau (UNRI) menjadi tanda sidang dimulai. Hari itu, Guru Besar UNRI kembali dikukuhkan. Lantai empat Ruang Siak Sri Indrapura di Gedung Rektorat jadi tempat dilantiknya Prof. Dr. Drs. Syapsan, M.E., sebagai Guru Besar UNRI ke-82, Senin (13/12).
Guru besar bidang Ilmu Ekonomi Pembangunan ini bergelar sarjana di Ilmu Ekonomi UNRI. Mendapatkan gelar magister pada 2008 dan gelar doktor tujuh tahun setelahnya di fakultas yang sama, yaitu Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.
Karir Syapsan tak hanya mengabdi di kampus. Ia juga seorang peneliti dan instruktur di berbagai pelatihan sejak 1985 hingga sekarang. Salah satu penelitian yang pernah dipublikasikan di kancah internasional adalah The Analysis of Local Own-Source Revenue (PAD) from the Sub-Sector of Motorised Vehicle Tax in Regency of Bengkalis and Siak of Riau Province.
Saat dikukuhkan, ia berikan orasi ilmiah bertajuk kebijakan Optimalisasi Pajak Daerah dalam Pembangunan Daerah. Berisi tentang ketentuan pajak dalam suatu daerah sebagai suatu sumber penerimaan daerah.
Syapsan sebutkan, karena dana perimbangan dari pusat sangat terbatas dan cenderung menurun, daerah diharapkan dapat mencari sumber-sumber penerimaan yang kurang diperhatikan oleh pemerintah daerah. Untuk itu, pajak daerah harus lebih diperhatikan.
Pajak merupakan sumber penerimaan daerah yang konstruksinya terbesar oleh Pendekatan Pendapatan Asli Daerah atau PAD. Agar pembangunan berjalan lancar dan meningkat, kata Syapsan, maka daerah harus menggali sumber-sumber pajak daerah yang bersifat lokalis.
“Pajak itu harus elastis, tidak kaku. Sehingga PDRB bisa naik dan diharapkan PAD juga naik. Namun, dalam kenyataannya tidak seperti itu,†tutur Syapsan.
Ia paparkan akibat kurang perhatiannya masalah pajak di Pemerintah Daerah atau Pemda. Pertama, teks rasio yang rendah dibanding nasional. Teks rasio pajak daerah hanya sekitar 2,35 persen dibanding nasional yang sudah 9,75 persen. Hal Ini juga menjadi seruan agar Pemerintah Provinsi Riau dapat memaksimalkan pajak daerahnya.
Selanjutnya, kebijakan perpajakan di Pemda yang kurang tepat. Membebaskan denda pajak contohnya. Menurut Syapsan, hal ini dinilai kurang cocok. Sebaiknya dilakukan sosialisasi tata cara pembayaran pajak. Sebab masyarakat masih banyak yang belum paham meskipun dapat dilakukan secara online.
Syapsan beri solusi agar dilakukannya pengoptimalisasian, yang dibagi menjadi dua jangka. Jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek meliputi kesadaran masyarakat terkait pembayaran pajak. Kemudian mempersiapkan persyaratan yang jelas agar tidak membingungkan. Serta membuat prosedur yang lebih mudah dipahami
Di jangka panjang, perlu dilakukan kembali kajian proyek pajak yang belum memanfaatkan sumber-sumber yang ada. Seperti pajak kendaraan bermotor, bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air, dan pajak rokok.
“Kesimpulannya, pajak daerah adalah salah satu sumber pendapatan daerah yang harus dimaksimalisasi. Sehingga ketergantungan dari pemerintah tidak terlalu memberatkan,†tutup Syapsan.
Penulis: Karunia Putri
Editor: Denisa Nur Aulia