DUA MASALAH BESAR DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA SAAT INI. Pertama, menumpuknya perkara di pengadilan melebihi kapasitas kemampuan penegak hukum dan menumpuknya jumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.

Terhadap masalah pertama terkait menumpuknya perkara sesungguhnya dapat diatasi dengan dua hal. Pertama, dengan mengetatkan persyaratan banding, kasasi dan peninjauan kembali, sehingga tidak semua perkara bisa ditempuh upaya hukum. Kedua, memperbanyak pendekatan restoratife justice sehingga tak semua perkara perlu diproses ke dalam sistem peradilan pidana. Perkara-perkara yang tidak terlalu penting sebaiknya tidak diproses, tetapi cukup diselesaikan dengan restoratife.

Masalah selanjutnya, over kapasitas jumlah narapidana di lembaga pemasyarakatan. Sesungguhnya dapat diatasi dengan diselesaikannya masalah pertama. Jika tidak semua perkara harus naik ke pengadilan, maka penghuni Lapas otomatis tidak akan banyak. Pembangunan Lapas baru atau penambahan kapasitas ruangan tidak akan banyak manfaatnya jika masalah menumpuknya perkara di pengadilan tidak diatasi.

Berhadapan dengan fakta banyaknya narapidana narkotika yang hampir mendominasi jumlah narapidana di Lapas, muncul wacana untuk membangun Lapas Khusus Narkotika.

Sisi Negatif

Dilihat dari aspek anggaran, membangun Lapas Khusus Narkotika tentu saja membebani anggaran negara. Apalagi di saat negara sedang dalam keadaan sulit ekonomi. Masih banyak kebutuhan mendasar yang lebih dahulu harus dipenuhi ketimbang membangun infrastruktur sekunder semacam Lapas Khusus Narkotika.

Secara psikologis, pembangunan Lapas Khusus Narkotika melukai perasaan masyarakat yang secara aktif gencar menentang penyalahgunaan narkotika. Pembangunan ini seakan memberikan maaf atau memberikan perlakuan istimewa kepada mereka. Jika dianggap perlu membangun Lapas Khusus Narkotika, bukan tidak mungkin pada waktunya dianggap perlu membangun Lapas Khusus Korupsi, Lapas Khusus terorisme dan lain sebagainya.

Sisi Positif

Tidak ada satu sistem yang tidak mengandung kelemahan, dan sebaliknya, di balik kelemahannya tentu saja ada juga kelebihannya.  Wacana pembangunan Lapas Khusus Narkotika memberi efek positif. Selain mampu mengurangi jumlah narapidana secara signifikan, pembangunan Lapas Khusus Narkotika juga memberi kelebihan-kelebihan lainnya.

Yang pertama, para narapidana narkotika memang memerlukan perlakuan khusus. Tindak pidana narkotika adalah tindak pidana khusus, secara kriminologis dan viktimologis. Tindak pidana narkotika memerlukan penanganan secara khusus. Para pelaku tak jarang juga korban dari sindikat narkotika internasional. Ketika mereka adalah pecandu maka penanganannya tidak selesai hanya dengan penjatuhan pidana. Diperlukan tindakan lain yaitu rehabilitasi. Oleh karena itu, idealnya Lapas Khusus Narkotika dibangun linear dengan Panti Rehabilitasi plus penyediaan pendidikan bagi narapidana.

Yang kedua adalah terpisahnya narapidana narkotika dengan narapidana lainnya. Dengan bergabungnya narapidana biasa dengan narapidana narkotika, mereka justru menjadi perpanjangan tangan peredaran narkotika di dalam Lapas. Baik kepada mereka yang telah mengenal narkotika maupun untuk mereka yang tak tahu menahu soal ini. Lapas yang seharusnya menyadarkan mereka justru seolah menjadi ladang bisnis baru. Dengan dipisahkannya mereka dalam lapas khusus, maka kebijakan ini dapat memutus mata rantai peredaran narkotika internasional.

Sistem dan SDM

Tujuan mulia sebagaimana tergambar dalam aspek positif tersebut, hanya akan jadi sia-sia jika tidak diikuti dengan kebijakan pembangunan sumber daya manusia penyelenggara. Pembangunan Lapas Khusus Narkotika harus diimbangi dengan jumlah petugas yang tidak sekedar kompeten. Namun juga sejalan dengan integritas para petugas Lapas Khusus Narkotika nantinya.

Pembangunan Lapas Khusus jangan sampai membuat mereka justru luput dari pengawasan. Walaupun letaknya terpisah dari Lapas biasa, pengawasannya jangan ikut terpisah dari pejabat yang berwenang.

Selain peningkatan kapasitas, kompetensi dan integritas para petugas, sistem pemidanaan penyalahguna narkotika juga harus didukung dengan infrastruktur yang cukup seperti tenaga rehabilitasi, tenaga pendidik dan petugas-petugas lainnya yang diperlukan. Mereka harus mampu membersihkan para penyalahguna, bukan malah sebaliknya ikut terkontaminasi.

Oleh

Dr. Erdianto Effendi, SH, M.Hum.

Dosen Hukum Pidana pada Fakultas Hukum dan Pascasarjana Universitas Riau