Mengenali Bahaya Vape untuk Kesehatan

Rasa ingin tahu Arya Marganda pada bahaya vape membawanya dalam sebuah penelitian. Alumni mahasiswa kedokteran Universitas Riau atau UNRI ini, kupas bahaya vape atau rokok elektronik. Ke dalam jurnal berisi sepuluh halaman yang ditulis bersama timnya. Ialah Anastasya, Bryan Steffanus, dan Stephani. Lalu Yosep Pebriyanto, Indi Esha, dan juga Suyanto.

Vape adalah perangkat elektronik yang hasilkan uap dari cairan perasa untuk dihirup penggunanya. Dirancang untuk mensimulasikan sensasi rokok konvensional tanpa membakar tembakau.

Kandungan vape yang tidak berkomposisi tar, disimpulkan vape tidak miliki nilai bahaya. Padahal vape miliki kadar nikotin yang tinggi. Menyebabkan kecanduan nikotin bagi para penggunanya.

Ada dua tipe nikotin cair di dalam vape yang diubah menjadi uap. Ialah Freebase dan nikotin garam. Bedanya, Freebase miliki nikotin dengan dosis  rendah namun uap yang banyak. Sedangkan nikotin garam berdosis tinggi dengan uap yang lebih sedikit.

Berbagai kandungan dari vape pun akibatkan tumbuhnya penyakit. Ada Zat Nitrosamin Karsinogen, memicu pertumbuhan kanker. Lalu Giycol atau Gliserol mengiritasi saluran napas. Ada juga Aldehid, atau Formaldehid sebabkan peradangan paru. Vape berisiko pada infeksi bahkan kanker paru-paru.

“Seperti menyebabkan iritasi pada mata, hidung, paru, dan tenggorokan,” jelasnya.

Maraknya penggunaan vape dikalangan pemuda memberikan kesan yang keren dan modern. Varian rasa jadi penyebab anak muda lebih memilih vape daripada rokok. Juga vape dinilai lebih hemat. Padahal jika dikonsumsi untuk jangka panjang, vape miliki risiko yang tinggi untuk masalah kesehatan.

Arya tuturkan laporan kasus kerusakan paru akibat vape, dikenal dengan e-Cigarette and Vaping-Associated Lung Injury atau Evali. Menimpa pada seorang perempuan usia 46 tahun. Ia pergi ke rumah sakit dengan gejala sesak napas dan batuk selama dua hari. Ia gunakan vape sebulan lamanya.

Sikap remeh masyarakat akan bahaya dari vape menurut Arya mesti diatasi. “Pemahaman terhadap dampak dari kegiatan vaping perlu diupayakan di lingkungan masyarakat,” ujarnya.

Tak jauh-jauh, di lingkungan UNRI bahkan, Arya jumpai beberapa mahasiswa gunakan vape. Keresahan ini yang membawa Arya bersama tim lakukan penelitian bahaya vape pada masyarakat. Baginya, angka vape yang terus meningkat menjadi ancaman dimasa depan.

“Terlebih pasarnya adalah anak muda,” terang Arya.

Jurnal bertajuk Current Development of Smoking and Vaping, Is Vaping Safer?, diterbitkan oleh Jurnal Respirasi dari Universitas Airlangga dengan Bahasa Inggris. Berada ditingkatan Science and Techology Index atau SINTA 2, dan Scopus.

Sebelumnya, Arya pun berhasil torehkan juara pertama dalam kompetisi 1st International Conference on ASEAN Sustainble Development atau ICASD di Thiland.  ICASD ialah acara perjumpaan antara peneliti, akademsii, dan praktisi untuk pembanguanan berkelanjutan di kawasan ASEAN pada 20-21 Juli.

Ia bawakan penelitian tentang vape dalam judul Lung and Airway Disease Caused by E-cigarette (VAPE): A Systematic Review.

“Menurut Prof.Dr.Saw Htay Myint (dewan juri), saya pantas mendapatkan juara 1 karena saya menjelaskan secara komperhensif bagaimana sebenarnya vape ini dapat menyebabkan penyakit dan bagaimana cara menyelesaikannya,” terangnya.

Baik pengerjaan jurnal ataupun lomba, Arya miliki hambatan. Ialah kelengkapan data dan penyusunan laporan sesuai kaidah Bahasa Inggris. Meskipun demikian ia dapat menyelesaikannya.

Penulis: Viera Adella dan Hizkia Jonathan

Editor: Arthania Sinurat, Najha Nabila