Mengantisipasi layar telepon pintar yang sering retak dan pecah.

Oleh Eka Kurniawati

EMPAT orang mahasiswa Teknik Kimia, Abdul Rasyid Amrin, Futhanul Wewe, Anapuja Khairul dan Nadhia Gasani, bikin liquid crystal display atau LCD dari bahan alami. Menurut mereka, LCD yang banyak terpasang pada telepon pintar umumnya berbahan keramik, istilah lainnya indium tin oxide atau ITO.

ITO memang memiliki transparansi dan kemampuan menghantar arus listrik yang baik. Namun harganya terlalu mahal, mudah retak dan susah diuraikan, sehingga jadi tidak ramah lingkungan. Penyebab lain LCD yang banyak beredar sekarang susah diuraikan, juga adanya konduktor logam pada printed circuit board atau PCB.

Dengan alasan tersebut, empat mahasiswa yang diketuai oleh Abdul Rasyid Amrin menciptakan inovasi baru. Mereka manfaatkan pati singkong supaya LCD tak mudah pecah bahkan dapat dilipat, tentunya ramah terhadap lingkungan.

Percobaan mereka diberi judul, Sintesis Bioplastik Konduktif Berbasis Pati Singkong dan Silver Nanowire untuk Aplikasi Perangkat Elektronik Biodegradable.

Bioplastik memiliki sifat biodegradable yang mampu terurai oleh mikroorganisme dan secara enzimatik menghasilkan air serta gas karbondioksida. Jarangnya bioplastik digunakan untuk alat elektronik karena bersifat isolatif. Namun, sifat biodegradable yang dimilikinya, dapat memperbaiki kualitas dari perangkat elektronik semikonduktor seperti TCO, konduktor logam pada PCB, sensor dan solar cell.

Upaya memperbaiki sifat isolatif dari bioplastik muncul dari bidang nanomaterial, yaitu silver nanowire (AgNW). AgNW adalah perak berbentuk silinder, seperti kawat, yang memiliki diameter kurang dari seratus nanometer dengan panjang sampai orde mikrometer.

AgNW memiliki ambang perkolasi rendah dan konduktivitas listrik yang tinggi. Keunggulan AgNW akan memberikan perbaikan terhadap sifat kelistrikan bioplastik konduktif. Bioplastik konduktif memiliki kemampuan baik dalam menghantarkan arus listrik. “Penggunaan AgNW untuk pembuatan bioplastik konduktif tergolong masih baru,” kata Rasyid.

AgNW dan pati singkong inilah yang jadi bahan utama untuk pembuatan LCD bioplastik tadi. Kata Rasyid, beberapa pati dari tumbuhan lain juga bisa digunakan. Seperti pati sagu dan pati umbi-umbian selain singkong. Kelompoknya memilih singkong, karena mudah ditemukan di Indonesia.singkong

PROSES  menciptakan LCD dari pati singkong dimulai dengan menyediakan beberapa peralatan, seperti blender, centrifuge, hot plate, microwave, stirrer, sonicator dan peralatan gelas pada umumnya.

Untuk bahannya berupa, AgNO3 99%, aseton, aquades, etilen glikol, gliserol, NaCL, Pati Singkong, dan PVP.

Setelah semuanya lengkap, dimulai dengan pembuatan AgNW. Caranya, AgNO3 dicampur dengan PVP yang telah dilarut dalam etilen glikol. Setelah tercampur, disonikasikan selama lima menit. Tambahkan NaCL lalu disonikasikan kembali selama dua menit hingga menghasilkan suspense.

Selanjutnya, suspense dimicrowave selama lima menit pada suhu kamar. Setelahnya, lakukan sentrifugasi untuk memisahkan endapan AgNW yang terbentuk dengan sisa-sisa pelarut. Setelah selesai, AgNW dicuci menggunakan aseton dan aquades untuk hasil yang murni.

Tahap pertama selesai, giliran mengekstraksi pati singkong. Singkong dikupas dan diparut hingga halus. Ditambah air lalu disaring hingga menghasilkan ampas dan suspense pati. Ampas selanjutnya diekstraksi hingga diperoleh pati. Pati diendapkan selama satu jam dan dijemur selama satu hari. Setelah kering, blender pati sampai halus kemudian diayak.

Tahap selanjutnya, pembuatan bioplastik konduktif dengan variasi konsentrasi AgNW. Pertama, AgNW didispersikan dalam isopropil alkohol. Tahap lain, Aquades dan pati singkong dipanaskan hingga suhu 600c dengan perbandingan 1 banding 15. Keduanya dicampur dengan gliserol.

Untuk AgNW yang telah didispersikan dalam isopropil alkohol dibagi empat variasi volume. Yaitu volume 0 ml, 5 ml, 10 ml dan 15 ml.

Pemanasaan aquades dan pati singkong tadi supaya terbentuk gelatin. Bila sudah terbentuk, gelatin dicetak pada flexi glass lalu diamkan pada suhu kamar selama tiga hari hingga kering supaya mudah dilepas dari cetakan.

Untuk analisa hasil dan pengelolaan data dilakukan dengan scanning electron microscopy. SEM berfungsi untuk mengetahui morfologi sampel. Morfologi merupakan bentuk atau keadaan permukaan suatu material. Hasil SEM dapat menunjukan ukuran dan bentuk pori pada sampel. Selanjutnya analisa resistivitas bioplastik dan konduktivitas listrik.

Hasilnya, bioplastik konduktif yang diperoleh termasuk dalam jenis semikonduktor. Sifat ini memberikan potensi untuk diaplikasikan sebagai komponen perangkat elektronik seperti konduktor pada circuit board.

UJI COBA Rasyid bersama kawan-kawannya sempat diikutsertakan pada Pekan Kreatif Mahasiswa bidang Penelitian. Kesulitan mereka dialami selama proses pembuatan AgNW, terutama pada proses penghalusan. Mereka harus membuat AgNW dengan ukuran nano, hingga tak kasat mata.

Kelemahan dari penelitian ini, bioplastik yang tercipta masih tahap semikonduktor pada level rendah hingga menengah. Dalam empat level percobaan yang mereka lakukan, disimpulkan, semakin banyak AgNW yang dimasukan, semakin bagus tingkat konduktivitasnya.

Amun Amri, Dosen Teknik Kimia, mengatakan, ide membuat bioplastik konduktif yang diusulkan pada mahasiswa bimbingannya, dikarenakan di Riau banyak potensi bahan alam dan juga limbah yang belum dimanfaatkan dengan maksimal.

Tapi, lanjut Amun Amri, penelitian mahasiswanya masih membutuhkan waktu yang panjang. Saat penelitian tersebut dipaparkan, Amun Amri mengaku, seluruh penguji menyayangkan tidak dilakukannya uji tarik.

Uji tarik berguna untuk mengetahui kekuatan bioplastik konduktif, apakah mudah rusak atau tidak bila diaplikasikan. “Memang kita terbatas waktu dan sarana. Kita rencanakan kirim sample ke Jawa. Paling dekat di Medan, itupun ngantri,” ujarnya.

Untuk mengatasi kendala ini, Amun Amri dan mahasiswanya mencari metode yang paling mudah, dengan menggunakan garam. Namun terkendala lagi dengan sentrifugator yang hanya berkecepatan 4000 rpm. “Kita butuh 7000 rpm.”

Keterbatasan alat ini yang menyebabkan AgNW dihasilkan kurang sempurna. “Makanya, sifat yang terjadi semi konduktor. Mestinya, kalau alatnya mendukung, bisa menjadi konduktor penuh,” tegas Amun Amri.

Amun Amri, menurut Futhanul Wewe dan rekannya, ahli dibidang energi dan nanoteknologi.*