Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Agribisnis Universitas Riau taja seminar Bedah dan Diseminasi Buku. Bertajuk Mitos Vs Fakta: Industri Minyak Sawit Indonesia Dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global Edisi Keempat. Seminar ini dilaksanakan di Gedung M. Diah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), pada Sabtu (16/12).
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI) Tungkot Sipayung jadi pembicara pertama. Katanya, Riau menjadi eksportir kelapa sawit terbesar di Indonesia. Namun, menurutnya ini juga menjadi sebuah ancaman.
Ia sampaikan terjadi kampanye negatif untuk menyudutkan kelapa sawit. Berlangsung sekitar tahun 1980-an, Tungkot berpendapat semua pandangan negatif diberikan agar dunia membenci kelapa sawit. Menjadi anti kelapa sawit dan membuat pemerintah tidak pro kepada kelapa sawit. Berharap kelapa sawit hilang dari Indonesia. Begitulah cara politik dagang untuk menjatuhkan kelapa sawit, kata Tungkot.
Harapnya, hal ini tidak membangun hoax dan stigma dikalangan masyarakat. Melalui buku yang ditulis olehnya, Ia pun berikan data-data berupa fakta yang berasal dari hasil penelitian. Berjudul Mitos vs Fakta : Industri Minyak Sawit Indonesia Dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global.
Menurutnya, kontribusi kelapa sawit sangat membantu dunia perekonomian. Kelapa sawit berperan dalam penurunan angka kemiskinan di Indonesia. Menurutnya, kelapa sawit telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Dibuktikan dengan komposisi kebutuhan tidak lepas dari kelapa sawit.
“Guncang sawit, guncang ekonomi nasional,” ujar Tungkot.
Syaiful Hadi, Dosen Jurusan Agribisnis UNRI jadi pembahas buku. Ia sepakat buku ini memang sesuai dengan para pembaca, terutama dikalangan perguruan tinggi. Ia sangat mengapresiasi Tungkot sebagai penulis buku karena dinilai berkompeten dan memiliki pengalaman panjang dibidang kelapa sawit.
Ia paparkan ada 124 pembahasan mitos dan fakta di buku ini. Didukung oleh 24 halaman daftar pustaka, 529 rujukan, 44 daftar tabel, dan 94 gambar. Data-data yang diberikan berasal dari jurnal-jurnal yang ditulis dalam lima tahun belakang, membuktikan data-data yang diberikan terbaru.
Lanjutnya, buku ini masuk kriteria buku ilmiah yang berkualitas. Yakni memiliki tema yang menarik, bersifat informatif, dekoratif, objektif, dan kohesi.
Kemudian, isi yang terdapat dalam buku ini jelas dengan bahasa yang terstruktur. Lalu, referensi yang jelas dan up to date.
“Dilihat dari sampulnya yang memiliki kriteria baik,” ucapnya.
Juga katanya buku ini terhindar dari plagiarisme. Telah terkualifikasi oleh tim reviewer profesional sesuai disiplin ilmu. Kemudian telah dipublikasikan di International Standar Book Number (ISBN). Syaiful menyarankan agar buku ini disebarkan ke berbagai tempat lainnya secara luas. Serta menunggu cetakan dalam bentuk bahasa inggris agar menjadi suatu keabsahan.
“Ubah bukunya ke Bahasa Inggris supaya bisa kasih dengan kedutaan serta kasih perwakilan kita diseluruh dunia,” ucapnya.
Selanjutnya Dewi Ayu Fortuna Dosen Jurusan Teknologi Pertanian UNRI ungkapkan mitos dan fakta industri sawit dalam segi kesehatan. Mitos yang beredar minyak sawit kaya dengan asam lemak jenuh yang menyebabkan obesitas, aterosklorosis, dan sebagainya.
Ia sampaikan bahwa minyak sawit ialah sumber minyak yang kaya dengan asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Dengan proporsi yang relatif seimbang yaitu sama-sama 50 persen. Katanya, lemak jenuh dan tidak jenuh memiliki positif dan negatif. Asam lemak jenuh akan lebih tahan terhadap kerusakan, oksidasi, hidrolisis.
Namun, jika dikonsumsi di dalam tubuh akan lebih sulit bermetabolisme. Lebih sulit menjadi kalori dan menjadi plak didalam pembuluh darah, dibanding asam lemak tidak jenuh.
Sementara itu, asam lemak tidak jenuh dikatakan baik untuk kesehatan karena lebih gampang dimetabolisme untuk menghasilkan kalori. Tidak menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Namun, di sisi lain lebih gampang rusak, teroksidasi, hidrolisis, dan menyebabkan penyempitan.
“Jadi dua pemikiran ini harus kita luruskan,” ungkap Dewi.
Tambahnya, minyak sawit yang kaya akan lemak jenuh dan tidak jenuh itu memiliki efek yang positif kalau digunakan sesuai dengan kebutuhan dan kegunaan yang tepat. Hal yang terpenting bahwa minyak sawit kaya akan vitamin dan mineral. Seperti betakaroten yang mampu mencegah radikal bebas, memelihara hati, mencegah kanker, dan sebagainya.
Dewi ungkap konsumen belum mengetahui komponen dari minyak sawit dan dampaknya bagi Kesehatan sehingga perlu diluruskan.
Mayarni, Dosen Jurusan Administrasi Publik UNRI tambahkan mitos yang beredar dalam aspek kebijakan. Yakni Indonesia tidak memiliki kebijakan nasional pembangunan berkelanjutan. Mayarni ungkapkan bahwa sejak tahun 1960, sudah ada peraturan perundang-undangan yang disusun. Kompleksitas bermasyarakat mulai dari regulasi dan implementasi.
Lanjutnya, di dalam regulasi pembangunan berkelanjutan sawit memiliki 17 lembaga yang kebijakannya tumpang tindih. Ini dimanfaatkan dalam hal isu politik bahwa sawit itu tidak baik. Sehingga diperlukan fakta bahwa sawit itu adalah baik.
Kemudian, mitos kebijakan pembangunan di Indonesia yang tidak memiliki ruang dan kepedulian pada pelestarian keanekaragaman hayati. Maryani ungkap fakta bahwa 30 persen minimum dari luas daratan adalah hutan. Di mana harmonisasi antara sektor perkebunan, pertanian dan hutan lindung atau konservasi di Indonesia itu harus dijaga.
“Itu membuktikan bahwa kebijakan kita peduli terhadap lingkungan pelestarian kenaekaragaman hayati,” tegas Mayarni.
Mitos selanjutnya, dalam memperoleh lahan kelapa sawit dengan melakukan ambil alih kawasan hutan secara sembarangan. Faktanya ada Standar Operasional Prosedur (SOP) dan tahapan yang jelas. Ia katakan regulasi dari pemerintah itu tersistem, sehingga memudahkan dalam pengawasan dan tidak adanya toleransi dalam pelanggaran hukum.
Ada juga mitos Indonesia tidak memiliki kebijakan dan tata kelola industri sawit nasional berkelanjutan. Mayarni ungkap fakta bahwa pemerintah sudah mengadopsi prinsip sawit berkelanjutan, dengan adanya regulasi terkait Roundtable on Sustainable Palm Oil atau RSPO tahun 2004 dan Indonesia Sustainable Palm Oil atau ISPO tahun 2011.
Namun, yang menjadi permasalahan ialah implementasi terkait kebijakan tersebut. Dimana kebijakan sawit berkelanjutan itu harus memiliki kepastian hukum agar mempermudah petani.
“Terdapat tumpang tindih dan tidak jelasnya aturan,” tutupnya.
Penulis: Puput Savitri dan Sakina Wirda Tuljannah
Editor: Arthania Sinurat