Tantangan Mahasiswa Komunikasi Pasca Wisuda

Seminar Mata Komunikasi Jilid II

“Meski banyak peluang kerja, kami sebagai sarjana komunikasi merasa dilema. Karena adanya jurusan lain dan banyaknya pelamar pekerjaan yang menggunakan orang dalam.”

Keluhan tersebut disampaikan oleh salah satu peserta Seminar Mata Komunikasi Jilid II. Seminar bertajuk “Tantangan Mahasiswa Komunikasi Menghadapi Dunia Pasca Wisuda” ini digelar oleh Student Education Forum di Auditorium Hotel Prime Park. Berfokus pada solusi untuk keresahan mahasiswa lulusan ilmu komunikasi yang kesulitan melamar pekerjaan.

Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) mencatat, ada 160 bentuk profesi untuk sarjana komunikasi. Namun saat ini, lulusan disiplin ilmu manapun bisa terjun ke dunia kerja bidang komunikasi. Hal ini diutarakan oleh Nurul Huda, Ketua ISKI Riau. Selain itu, ia menilai mahasiswa kini masih kurang mengasah soft skill yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Ditambah dengan adanya pandemi Covid-19, persaingan dalam melamar pekerjaan semakin ketat.

Nurul Huda juga menyayangkan pola pikir yang masih terbelenggu oleh kekhawatiran adanya pelamar dengan bantuan orang dalam. Ia harapkan pola pikir mahasiswa berubah jadi menciptakan lapangan pekerjaan, bukan hanya fokus mencari pekerjaan saja. “Mahasiswa sekarang terlalu fokus mengejar nilai. Padahal, nilai tinggi tidak menjamin kualitas yang bagus,” tegasnya.

Menurutnya, saat ini perusahaan tak lagi mau mendanai lulusan-lulusan perguruan tinggi untuk mengikuti training. Oleh sebab itu, mahasiswa harus siap ‘pakai’ ketika lulus. Tanpa harus diberi pelatihan lagi. Ada empat poin yang dianggapnya harus dimiliki mahasiswa. Kreativitas, berpikir kreatif, kolaborasi, serta kemampuan berkomunikasi. “Perusahaan tidak mau mengeluarkan biaya bagi lima orang untuk lima pekerjaan. Mereka mencari satu orang yang bisa mengerjakan banyak pekerjaan.”

Hal serupa disampaikan oleh Darmawan Syafrudin. Ia editor video di Kompas TV. “Sebagai jurnalis, kita tidak hanya membutuhkan teori jurnalistik dalam bekerja. Tetapi, juga kemampuan lain yang bisa mempermudah. Seperti kemampuan berbahasa asing dan lainnya.”

Sejalan dengan kondisi ini, Welly Wirman—Ketua Prodi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Riau menyampaikan bahwa tingkat pengangguran masih sangat tinggi. Kurangnya kompetensi yang dimiliki adalah salah satu penyebabnya. “Jangan ketika lulus kuliah baru akan berlari. Itu yang membuat kita ketinggalan. Dunia kerja tidak melihat ijazah, tetapi mencari kompetensi,” pungkasnya pada seminar yang digelar pada Sabtu (20/2) ini.

Reporter: Qonitah Balqis

Editor: Annisa Febiola