Vaksinasi Covid-19: Realisasi, Problematika, dan Literasi Masyarakat

Vaksinasi sebagai salah satu upaya pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19 mendatangkan pro dan kontra. Sejatinya, vaksinasi bertujuan menciptakan kekebalan terhadap infeksi atau yang disebut herd immunity.

“Banyaknya pro dan kontra yang tersebar di antara masyarakat, membuat para pihak bekerja keras menepis isu-isu yang ada,” kata Ilyas Husni Ketua Majelis Umum Indonesia atau MUI Provinsi Riau.

Ia sarankan kepada pihak terkait, terutama bidang kesehatan untuk tunjukkan testimoni dari peserta vaksinasi. Tujuannya ialah mengurangi isu negatif yang tersebar, seperti pengaruhnya. Selain itu, testimoni juga bertujuan menghilangkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.

“Ada testimoni bagusnya, testimoni yang lebih banyak,” tambahnya.

Menurut Ilyas, upaya pemerintah menangani Covid-19 telah gencar dilakukan. Tetapi, sosialisasi dan upaya pendekatan kepada masyarakat harus ditingkatkan lagi.

Ia ceritakan, pengesahan fatwa MUI tidaklah mudah dilakukan. Ada proses yang panjang dan penuh kehati-hatian. Tak lupa melibatkan semua ahli yang berkaitan dengan vaksin.

Setidaknya, ada tiga proses yang dilakukan oleh MUI. Pertama, soal substansi vaksin. Pada tahap ini, MUI bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, bahkan sampai dengan Negeri Cina untuk mengetahui asalnya.

“Vaksinnya suci dan halal,” tegas Ilyas.

Kedua, proses pembuatan. Secara teknis, proses pembuatan vaksin terjamin kualitasnya. Terakhir, dipertimbangkan pula dampaknya terhadap kesehatan secara medis. Inilah yang menjadi pertimbangan MUI mengeluarkan fatwa vaksinasi.

Ilyas menyayangkan, masyarakat tak mengetahui fatwa MUI secara utuh. Berita simpang siur soal vaksin pun semakin merebak. “Hukum itu ada manakala ada ilahnya,” ucap Ilyas pada webinar yang digelar oleh Perpusatakaan Universitas Riau ini.

Lebih lanjut, Ilyas menyadari tak semua masyarakat mendapatkan informasi secara utuh dan lengkap. Untuk itu, MUI lancarkan beberapa strategi. Seperti memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa pandemi merupakan musibah atau ujian dari Allah SWT.

Sejalan dengan perkataan Ilyas, Muhammad Ridwan menyebut banyaknya persepsi terhadap vaksinasi Covid-19. Contohnya kepercayaan masyarakat, anggaran, hingga perekonomian.

Ridwan ceritakan Undang-Undang (UU) Wabah Nomor 4 Tahun 1984 dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan mengatakan bahwa vaksinasi wajib dilakukan. Tak hanya itu, di dalam fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2021, MUI pusat menetapkan bahwa vaksin Covid-19 merek Sinovac hukumnya suci dan halal.

Lanjut Ridwan, vaksinasi dilakukan dengan tujuan menurunkan angka penyebaran dan kematian akibat Covid-19, lalu mencapai herd immunity. Tujuan lain yakni mencegah dan melindungi kesehatan masyarakat, melindungi, serta memperkuat sistem kesehatan secara menyeluruh. Menjaga produktivitas dan meminimalkan dampak sosial, ekonomi juga bagian dari tujuan vaksinasi.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Riau ini paparkan data sarana dan distribusi vaksin di Riau. Sebanyak 2.077 vaksinator telah tersebar di seluruh kabupaten kota. Seluruhnya menjalar ke 276 puskesmas dan 76 rumah sakit yang ada di Riau.

Suntikan vaksin tahap satu telah diberikan sebanyak 7.480 dosis untuk tenaga Kesehatan. Sedangkan pada tahap kedua ada 11.490 vial vaksin dengan multidosis sebanyak 10 kali 10.

Hingga 13 april 2021, total sasaran vaksinasi berjumlah 964.846. Dengan rincian 32.923 Sumber Daya Manusia bidang kesehatan, 349.418 petugas publik, dan 582 kaum lanjut usia. Singkatnya, sekitar 18 % program vaksinasi sudah terlaksana.

“Banyak lagi sasaran kita yang belum terpenuhi,” keluh Ridwan pada webinar Vaksinasi Covid-19: Realisasi, Problematika, dan Literasi Masyarakat pada Rabu (14/4).

Reporter: Febrina Wulandari

Editor: Andi Yulia Rahma