Arsitektur Imajinatif kaya makna dari salah satu suku asli Riau. Sebelum tergerus zaman, Dosen Arsitektur UR memilih untuk abadikan makna tersebut.
Oleh Riska Angraini
Â
RUMAH PANGGUNG ITU BERDIRI DITENGAH LAHAN KOSONG. Jajaran pohon pinang mendampingi. Kulit kayu dulu dipilih untuk jadi dinding bangunan persegi tersebut. Jajaran daun rumbia tersusun rapi. Namun, termakan usia buat beberapa bagian rumah tampak bolong. Kulit kayu yang jadi dinding bangunan ini juga mulai lapuk terpapar hujan dan sinar mentari.
Rumah panggung ini milik salah satu masyarakat suku Talang Mamak. Suku asli Provinsi Riau menyebar disekitar aliran Sungai Indragiri. Terutama di Kabupaten Indragiri Hulu atau Inhu. Mulanya, mereka berasal dari pedalam Jambi disebut dengan suku Tuha. Suku yang pertama kali datang dan berhak atas sumber daya alam di Inhu.
Inhu merupakan kabupaten di Riau yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jambi dibagian selatan. Sedangkan disisi barat dan timur, ia berbatasan dengan Kabupaten Kuantan Singingi dan Indragiri Hilir. Kabupaten Pelalawan ada dibagian utara Inhu. Luasan wilayahnya sekitar 8.198,26 kilometer persegi.
Di Indragiri Hulu, suku Talang Mamak ini tersebar dibeberapa kecamatan. Ada di Kecamatan Batang Gangsal, Seberida, Rakit Kulim dan Rengat Barat. Sedangkan di Jambi, suku ini berkelompok di Dusun Semarantihan Desa Suo-suo Kecamatan Sumai Kabupaten Tebo. Hingga 2010 tercatat ada 1507 kepala keluarga yang ada di suku ini— sekitar 7010 jiwa.
Perkampungan Talang Mamak terus berkembang dari 1 talang Durian Cacar, kini sudah jadi 7 talang. Yaitu Talang Durian Cacar, Perigi, Sungai Parit, Gedabu, Sungai Limau, Selantai dan Tujuh Buah Tangga.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Talang Mamak memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan. Mereka biasanya berladang karet atau mencari hasil hutan seperti jernang, rotan atau labi-labi. Untuk makanan biasanya mereka berburu atau mengambil hasil alam. Termasuk dalam membuat rumah, suku Talang Mamak pun bergantung dengan alam. Namun seiring berjalannya waktu, rumah-rumah masyarakat Talang Mamak mulai ikut berubah.
Dulunya kulit kayu dijadikan bahan untuk dinding rumah, kini sudah berganti dengan bilah-bilah papan. Begitu pula dengan atap jajaran rumbia, beberapa sudah menggantinya dengan seng. Perkembangan ini membuat beberapa rumah tersebut mengalami perubahan bentuk, fungsi serta tata ruang.
Ini mendorong Gun Faisal untuk melakukan penelitian terhadap bangunan tempat tinggal suku tersebut. Gun Faisal Dosen Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Riau. Saat studi Program Pasca Sarjana, ia buat tesis tentang gaya bangunan rumah masyarakat Talang Mamak. Kala itu ia mengambil Magister dalam program studi Arsitektur dan Perencanaan di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Dalam tesisnya, Gun fokus membahas bagaimana bentuk dan tata ruang dari bangunan suku Talang Mamak. Ia membagi dua kategori berdasarkan bentuk bangunan. Pertama, bangunan relatif asli. Maksudnya bangunan tersebut masih sesuai dengan informasi awal rumah suku Talang Mamak. Kedua, yang mengalami perubahan bentuk. Menurut Gun bangunan ini dibuat setelah menghancurkan bangunan asli, atau dibangun disebelah bangunan asli.
Penelitian dilakukan selama satu bulan di Desa Talang Durian Cacar, Kecamatan Rakit Kulim , Inhu. Ia melakukan penelitian dengan sampel 44 rumah. Jadilah tesis dengan judul Tipomorfologi Rumah Suku Talang Mamak mengantarkan ia raih gelar Magister.
PERJALANAN MENUJU LOKASI PENELITIAN GUNAKAN JALUR DARAT. Dari Pekanbaru menuju Desa Talang Durian, berbagai moda transportasi bergantian digunakan. Dengan mobil, jarak 285 kilometer ditempuh hingga Simpang Kelayang, Kecamatan Kelayang, Inhu. Kemudian berganti gunakan motor trail sejauh 18 kilometer menuju desa. Medan terjal dihadapi dalam bentuk jalan setapak ke pemukiman.
Dari satu pemukiman dengan lainnya memiliki jarak yang jauh. Sehingga pemukiman didasarkan pada kelompok atau banjar. Tiap banjar memiliki nama sesuai dengan nama lelaki tertua dalam kelompok itu. Sehingga dalam satu banjar, maka memiliki hubungan kekerabatan baik anak, keponakan atau menantu.
Batas antar satu banjar dengan lainnya sesuai dengan kondisi alam. Pemisah tersebut bisa sungai atau pohon besar seperti pohon sialang, beringin atau durian. Sedangkan batas antar satu rumah dengan lainnya dalam satu banjar ditandai dengan pohon pinang atau batas lain yang dibuat.
Bentuk dari rumah suku Talang Mamak dikategorikan memiliki jenis arsitektur vernakular. Bangunan yang memanfaatkan alam sekitar sebagai materialnya. Tipe rumah ini tidak melepaskan budaya serta adat istiadat lokal sebagai identitas.
Rumah panggung masyarakat Talang Mamak berbentuk persegi dan persegi panjang. Dindingnya terbuat dari kulit kayu tarap, meranti, ramin dan durian burung. Untuk menaiki rumah dibuat tangga dari batang pohon kecil.
Dengan bentuk rumah panggung, tiang menjadi struktur utama bangunan ini. Jumlah tiang kayu yang digunakan beragam, bisa 12,16 atau 20 tiang kayu. Tergantung luasan rumah. Tiang-tiang ini harus dari kayu yang kuat, seperti kayu Kulim, Kapinis, Meranti, Malabai dan Petaling. Kayu ini ada yang dibenam dalam tanah, ada juga yang membuatnya berupa sandi, masyarakat Talang Mamak menyebutnya umpak. Kayu yang dibenam dalam tanah harus bagian pangkal kayu, sedangkan bagian ujung mengarah ke atas.
“Untuk mengukur besaran atau luas bangunan, masyarakat Talang Mamak menggunakan bagian tubuh berupa depa atau hasta,†jelas Gun Faisal.
Untuk menopang tiang utama, ditambahkan tiang pendukung yang disebut masyarakat Talang Mamak tungkai. Lalu ditambah panggar untuk menghubung masing-masing tungkai. Semua material mulai dari tiang utama, rasuk untuk peletakan lantai, dinding hingga atap rumah terbuat dari bahan alam sekitar. Kayu yang digunakan sebagai struktur bangunan harus mengarah ke arah matahari hidup atau timur dan semuanya harus searah.
Untuk bagian atap terbuat dari daun sikai, rumbia dan salak, serta lantainya beralaskan bambu. Rotan digunakan sebagai pengikat kerangka bangunan, dinding maupun atap rumah.
“Sekarang sudah banyak yang berubah,†kata Gun. Masyarakat Talang Mamak yang mau membangun rumah sudah pakai paku untuk melekatkan papan buat dinding rumah. Atapnya sudah seng dan tiang penyangga sudah disemen.
Gun menetapkan niat, sebelum semuanya berubah maka ia harus teliti rumah Suku Talang Mamak yang asli.
Pria asal Taluk Kuantan ini meneliti seluruh keadaan rumah masyarakat Talang Mamak, mulai bentuk luar rumah hingga kondisi dalamnya. Metode yang digunakan kualitatif dengan grounded theory, pengumpulan data lewat survey, wawancara, penggambaran ulang sampel dan dokumentasi.
SEPERTI RUMAH PADA UMUMNYA, ia dijadikan tempat tinggal bagi penghuninya. Begitu pula bagi masyarakat Talang Mamak. Namun ada 3 kegiatan yang wajib dilakukan di rumah oleh masayarakat ini. Paling utama adalah adakan begawai, upacara perkawinan suku Talang Mamak. selain itu ada naik tambak—upacara kematian—dan bedukun atau upacara pengobatan suku.
Syarat upacara ini dapat dilangsungkan di rumah suku Talang Mamak, rumah haruslah memiliki 3 ruangan terbuka didalamannya. Ruang haluan, tangah dan tampuan. Haluan berarti ruangan dibagian depan. Biasanya dijadikan tempat menyambut tamu. Disinilah para tamu dari ketiga upacara tersebut disambut.
Ruang setelah haluan adalah tangah, ruangan yang berada ditengah bangunan. Beberapa rumah masyarakat membuat paran—sejenis ruangan dilantai atas—yang digunakan untuk meletakkan barang-barang berladang dibagian tangah. Adapula paran ginding yang dijadikan tempat tidur bagi anak gadis. Untuk menaiki paran ataupun paran ginding dibuat tangga turkis—tangga dari sebatang kayu yang diulir. Tapi umumnya paran dibuat dibagian haluan atau tampuan.
Dan ruang bagian ketiga, tampuan ialah ruang dibagian belakang. Jika tidak dibuat paran, maka ruangan yang pasti ditambahkan didekatnya ialah pandapuran dan jungkar ayam—ruangan yang disekat untuk meletakkan ayam jantan. Pandapuran dijadikan tempat masak dan makan dan dipastikan harus di ruang tampuan. Jika tidak, dipercaya kesialan ataupun penyakit akan mendatanggi si pemilik rumah.
Tambahan bagi rumah yang dijadikan bedukun, maka ia akan membangun surauan, tempat sesajen. Surauan biasanya dibangun dirumah yang pemiliknya punya kemampuan bedukun serta rumahnya besar. Selain itu dibagian depan pintu masuk, ada juga masyarakat yang membuat palantaran. Ia dijadikan tempat bersantai bagi penghuni rumah. Ia sepeti teras dirumah berbentuk panggung itu.
Yang unik dari rumah suku Talang Mamak ialah konsep batas tiap ruang tersebut. Jika pada rumah biasanya tiap ruang diberi sekat dinding ataupun partisi, bagi mereka, ruangan di rumah tersebut terbuka saja. Dinding hanya melapisi 4 sisi bangunan membatasi sisi luar dan dalam rumah. Sedangkan pembatas dari tiap ruang ialah bantalak atau bandul. Ia berupa kayu melintang yang diletakkan dilantai secara permanen. Menyatu dengan tiang penyangga rumah. Ia jadi dinding yang tak terlihat membatasi tiap ruang.
“Mereka memakai imajinasi untuk membatasi dan membedakan tiap ruangan,†ucap Gun Faisal.
Dalam membangun rumah, masyarakat Talang Mamak menyebutnya managak rumah. Ada upacara yang dilakukan dengan menggunakan tanaman sitawar, sidingin, sipuleh, bangun-bangun dan sitajam. Tanaman ini diberi mantra-mantra dan diletakkan pada lokasi yang akan dibangun rumah. Upacara ini dikenal upacara palas tawar.
Masyarakat Talang Mamak membangun rumah secara bergotong royong hingga tiang dan kerangka rumah terbentuk. Selanjutnya pengerjaan dilakukan sendiri oleh pemilik rumah, boleh juga mengupah pada orang yang ahli dalam membuat rumah. Tiang yang pertama kali didirikan dalam membangun rumah ini disebut tiang tuha. Sebelum tiang ini ditancapkan dalam tanah, diletakkan uang logam pada lubang yang akan ditancapkan tiang tersebut. Ini diyakini membawa rezeki.
Setelah tiang-tiang berdiri dan rumah akan ditempati, tiang-tiang tersebut dililitkan dengan daun rumbia, masyarakat Talang Mamak menyebutnya sirawa-rawai. Tujuannya untuk menghilangkan hal-hal gaib. Selanjutnya segala upacara dibuat di rumah yang sudah dibangun.
Kemampuan untuk membangun rumah besar dan bisa lakukan upacara surauan, bedukun, begawai dan naik tambak menentukan status sosial pemiliknya. Pemilik rumah yang memiliki strata sosial yang tinggi, seperti patih—Kepala suku—, batin, dan manti, bisa memiliki rumah yang besar. Namun bagi masyarakat biasa, rumah yang dibangun biasanya rumah kecil.
SELAMA 1 BULAN GUN MENELITI RUMAH SUKU TALANG MAMAK. ia meneliti 44 rumah yang tersebar dalam 7 banjar. Ditiap banjar, ia bisa meneliti 5 hingga 9 rumah. Dalam tesisnya, ia melampirkan foto-foto dari rumah tersebut.
Dalam penelitian, banyak aspek yang diperhatikan Gun. Diantaranya jumlah ruang, bentuk dan material dasar pembuatan atap. Selain itu juga memperhatikan bentuk dinding rumah serta material yang digunakan. Untuk tiang dan lantai, bentuk serta bahan pembuat lantai rumah juga diperhatikan. Gun juga memperhatikan arah mata angin sebuah rumah dibangun.
Dari 44 rumah tersebut, Gun mendapatkan hasil bahwa rumah suku Talang Mamak saat ini masih mempertahankan bentuk rumah panggung. Mereka juga membangun rumah menghadap arah matahari hidup atau timur. Dimana hal ini dipercaya mendatangkan rezeki. Rumah yang dibangun haluannya pun dipengaruhi letak jalan. Haluan pada umumnya berada disisi utara dan selatan, sama dengan posisi jalan.
Untuk atap, bentuk atap seluruh rumah ialah pelana dengan material bahan yang digunakan beragam. 15,9 persen bangunan gunakan seng untuk atap, 50 persen mempertahankan daun dan sisanya mengkombinasikan daun dan seng. Sedangkan bahan dinding sudah banyak yang gunakan papan, mencapai 61,4 persen. Sedangkan 8 rumah—18,2 persen— bertahan gunakan kulit kayu. 1 rumah gunakan bambu dan sisanya mengkombinasikan papan dengan kulit kayu.
Beralih pada lantai rumah, 72,8 persen sudah beralih gunakan papan sebagai lantai. Hanya 13,6 persen yang gunakan bambu sedangkan sisanya mengkombinasikan kedua bahan tersebut.
Gun juga kelompokkan rumah suku Talang Mamak dalam 3 tipe. Rumah kecil, sedang dan besar. Rumah kecil adalah rumah yang memiliki 4 hingga 5 ruang. Selain 3 ruang utama, mereka hanya menambahkan pandapuran dan paran ginding. Sedangkan tipe sedang ia punya 6 hingga 7 ruang. Ia menambahkan dua ruang selain yang ada di tipe rumah kecil, paran dan jungkar ayam. Sedangkan tipe terakhir ia menambahkan palantaran serta surauan.
Gun memberikan saran agar penelitiannya ini dapat bisa dikembangkan lagi. Selain arsitektur, penelitian bisa membahas antropologi dan sosial budaya masyarakat Talang Mamak. Seperti meneliti bagaimana proses managak rumah dan tata cara pembangunannya lebih dalam tulisnya dalam bagian saran di tesisnya.
Ia juga menambhakan bahwa penelitian harus segera dilakukan. Pasalnya arus perubahan di pemukiman berjalan cepat sehingga dapat dimungkinkan keaslian rumah ini mulai menghilang.#