Ketua Tim Sukses pasangan calon (paslon) 01, Khariq Anhar, meminta penggunaan sistem pemungutan suara pemilihan raya (Pemira) e-vote kembali dikaji ulang. Ia menyarankan supaya Pemira tahun ini menggunakan sistem pemungutan suara manual yang pernah digunakan terakhir kali pada 2018.
Permintaan ini pun diagendakan dalam pertemuan antara BEM Unri, DPM Unri, Pendiri Komunitas Studi Linux (KSL), serta menghadirkan calon presiden mahasiswa Unri di sekretariat DPM Unri pada Sabtu (30/11).
Calon Presiden Mahasiswa nomor urut 01, Ego Prayogo, menilai BEM Unri dan DPM tidak melibatkan berbagai pihak untuk diskusi. Mestinya, Gubernur Mahasiswa dan DPM Fakultas dapat dilibatkan sebelum penandatanganan MoU perihal e-voting.
“Kami ingin berjalan damai dan baik, tapi kenapa tidak berdiskusi dulu dengan BEM dan DPM? Seakan-akan hanya ada beberapa pihak yang terlibat,” ujarnya.
Merespon itu, Ketua Panitia Pemira Unri 2024, Arruhul Jadid, menyampaikan walaupun sudah ada jadwal yang disusun akan tetapi belum ada waktu untuk mengatur pertemuan berdiskusi.
“Kami PPRU menaungi seluruh BEM yang ada di 10 Fakultas, karena melalui MoU itulah aspirasi dapat disampaikan. Seharusnya memang ada pertemuan lagi, namun kami belum memiliki titik waktu yang pasti kapan itu akan dilaksanakan,” ungkapnya.
Jadid menambahkan, penggunaan e-voting telah diatur dalam Undang-Undang Pemira. Ia menyatakan menggunakan e-vote mempertimbangkan beberapa hal lain, salah satunya adalah keamanan.
“Selain itu, distribusi kertas suara membutuhkan persiapan logistik yang lebih rumit dan biaya yang lebih besar, sehingga e-voting dinilai lebih efisien. Ditambah lagi, jumlah panitia yang terbatas, hanya 40-an orang, membuat pelaksanaan sistem manual memberatkan panitia yang harus menaungi 10 Fakultas di Universitas Riau,” tambahnya.
Presiden Mahasiswa Muhammad Ravi pun mengatakan pertemuan yang dimaksud tak akan memberi hasil signifikan. Sebab regulasi e-voting sudah diatur dalam Undang-Undang Pemira yang disahkan dalam sidang paripurna. Selain itu sudah ditandatangani oleh seluruh paslon, yang artinya telah berkomitmen untuk mengikuti peraturan yang ada.
“Duduk bersama tidak ada gunanya, karena regulasi ini sudah ditetapkan. Jika ada penolakan, revisi dilakukan melalui sidang paripurna,” tambah Ravi.
Wakil paslon nomor urut 01 Brian Bimasanda turut mempertanyakan revisi Undang-Undang Pemira yang dilakukan pada 2021. Ia menyoroti pasal 6 dalam undang-undang tersebut, yang disebutkan apabila Pemira dilakukan secara offline, dapat dilakukan secara daring dalam kondisi tertentu. Ia menilai Undang-Undang Pemira ini memiliki kekurangan karena selama periode 2021-2024 badan legislatif DPM Unri tidak berjalan dengan baik.
Pendiri KSL, Benny Putra, yang merupakan teknisi e-voting, menjelaskan penggunaan sistem e-voting sudah ada sejak 2016 di Fakultas FMIPA. Hingga berkembang sampai tingkat universitas.
Benny mengakui ada beberapa masalah sistem pada Pemira sebelumnya, seperti cacat pada data mahasiswa. Akan tetapi terangnya, sistem KSL belum pernah mengalami gangguan besar. Sistem yang dikelola Diskominfo Kampar ini jelas Benny sudah diperbarui pada tahun ini, mencegah verifikasi data mahasiswa pascasarjana yang tidak terdaftar.
Sejalan itu Khariq menuturkan, meskipun e-vote telah tertera dalam Undang-Undang, masih ada perlu pertimbangan sebab baginya masih kurang memadai.
“Sistem ini harus dibahas bersama mahasiswa dulu. Banyak kawan yang bercerita terkait kekurangan sistem ini. Kami memang ada kekurangan data, tetapi itu tidak sepenuhnya dari pihak kami. Terkait independensi itu kami berasal dari aspirasi mahasiswa. Banyak teman-teman yang menyuarakan ketidakpuasan terhadap sistem ini,” ujar Khariq.
Kemudian Perwakilan DPM Dapil 01, Monalisa Siagian, menyatakan pengkritikan UU Pemira mestinya disertai dengan bukti konkret yang jelas. Ia juga menyayangkan penyebaran flyer yang berlangsung pada masa tenang harusnya berlangsung selama tiga hari malah berlangsung seminggu.
Menyoal itu Jadid menjawab, dalam pasal 6 telah diatur tentang tempat dan waktu pelaksanaan Pemira. Yang bisa dilaksanakan secara online maupun offline. Kemudian berlanjut pada pasal 31, pelaksanaan Pemira harus menggunakan e-voting.
Pertemuan tersebut diakhiri dengan penandatanganan draft MoU yang harus diteken oleh Panwas, PPRU, Paslon 01, Paslon 02, tim sukses, KSL, serta Puskom Unri. Akan tetapi paslon 01 menolak untuk membubuhkan tanda tangan MoU sebelum revisi regulasi dilakukan. Pun di akhir rapat, paslon 01 mengatakan diskusi ini tidak menjawab apapun.
![MOU Penggunaan E-Voting dalam Pemira Universitas Riau 2024/Dok. Rias Smith Veraldha BM](https://bahanamahasiswa.co/wp-content/uploads/2024/12/IMG-20241201-WA0003-576x1024.jpg)
Ravi sebagai pemilik kuasa tertinggi di badan eksekutif mengatakan bahwa perubahan regulasi tidak mungkin diterapkan dalam Pemira tahun ini.
“Jadi tujuan kita mendengarkan apa? Untuk kemungkinan merubah sistem pemilihan e-vote menjadi offline? Sedangkan Perubahan hanya bisa dilakukan di sidang paripurna, yang mana persma pun tidak ada hak untuk melakukan perubahan,” ujar Ravi
Ia kemudian mengakhiri diskusi dan mengatakan komitmen e-voting merupakan tanggung jawab panitia Pemira. Sementara penggunaan e-voting merupakan pertanggungjawaban dari KSL, Benny Putra.
Penulis: Rias Smith Veraldha dan Melvina Yunisca
Editor: Ellya Syafriani