Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau (BEM FKIP UR) gelar talk show, Kamis (2/4). Mengusung tema Mari mengabdi Cerdaskan Anak Negeri. Mulai pukul 8 pagi hingga tengah hari, di Aula BEM FKIP.

Acara dibuka langsung oleh Pembantu Dekan I FKIP—Zulrifan. Datangkan pemateri, Bunari M.Si selaku Sekretaris Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) UR, Oby Efleny dan Taufik Yuserna sebagai Alumni SM3T 2013. Diikuti oleh Mahasiswa FKIP.

Oby yang mengabdi di Papua, dalam materinya sampaikan sebagai mahasiswa pendidikan harus berani untuk mencoba hal baru. Sebab mengajar disana banyak suka dukanya, terutama daerah Kabupaten Lanny Jaya yang jauh dan serba kekurangan. “Paling utama ialah niat tulus untuk mengabdi di daerah terluar, terdepan dan tertinggal,” kata Oby.

Oby Efleny juga menceritakan pengalamannya selama mengabdi. “Sebelum saya berangkat, ada rasa takut namun karena tujuan untuk mengabdi akhirnya rasa itu hilang,” ujar Oby ceritakan pengalamannya. Ia juga sebutkan, perjalanan menuju ke daerah tujuan sangat jauh dan harus di tempuh dengan jalur udara. “Pertama kalinya bagi kami, makanan apa adanya, tidak ada penerangan, dan sumber air yang jauh. Juga tempat mengajar setiap harinya harus ditempuh dengan jarak yang jauh, dan medan yang cukup terjal karena letak sekolahnya diatas bukit,” jelas Oby.

“Meski sulit, saya dan teman lainnya tetap semangat mengabdi, karena siswa mereka punya semangat belajar yang tinggi,” tutur Oby. Ia tegaskan, jangan takut ikut SM3T karena banyak pengalaman dan pembelajaran yang akan diperoleh.

Taufik Yuserna, mengabdi di Kabupaten Manggarai Timur Nusa Tenggara Timur (NTT), katakan selama mengajar disana banyak pengalaman yang ia dapat. “Tidak hanya mengajar tapi sekaligus menikmati keindahan alam NTT. Masyarakat yang ramah dan saling menghargai, dan semangat anaknya belajar patut diapresiasi,” ujarnya.

Taufik ceritakan lagi, selama mengabdi setahun, banyak hal sulit dilakukan. Seperti menyesuikan diri terhadap lingkungannya, misalnya makan, adat yang berbeda, dan kebutuhan hidup yang serba kekurangan. “Shalat Jumat hanya bisa 2 minggu sekali, karena fasilitas yang tidak tersedia dan mayoritas masyarakatnya Khatolik,” jelas Taufik saat jelaskan materi.

“Cukup mudah untuk menjalani hidup disana, asal ada niat dan ikhlas untuk membantu pendidikan Indonesia. Sebab peserta SM3T itu orang pilihan,” ujar Bunari. Ia juga sebutkan, peserta harus mahasiswa FKIP dan sudah selesai kuliah. Dan pada 2015 kuota pendaftar SM3T di Universitas Riau sekitar 150 orang.

Riki Dermawan, selaku ketua Panitia katakan acara ini program kerja dari Dinas Pendidikan BEM FKIP. Bertujuan untuk sosialisasikan dan persiapankan mahasiswa ikut SM3T. “Agar mahasiswa tahu SM3T lebih dekat, dan lebih peduli pendidikan di Indonesia. Tidak hanya itu, mahasiswa diajak untuk melihat, mendengar aksi nyata dari alumni SM3T,” tutupnya.(*9)