Ricuh di Rektorat Universitas Riau 20 Februari lalu memasuki babak baru. Eks Gubernur Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau (UNRI) GAA sandang status tersangka, Kamis (23/2).
GAA ditetapkan sebagai tersangka sebab terbukti melakukan pemukulan kepada RMNS. Saat itu, ia dan mahasiswa Ilmu Pemerintahan lainnya sedang aksi demonstrasi menolak helatan pelantikan wakil dekan di Rektorat UNRI.
Baca: Demonstrasi Aliansi Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Berakhir Ricuh
Mahasiswa Hubungan Internasional itu tak tinggal diam. Usai kejadian, ia bergegas ke Kantor Kepolisian Sektor Tampan, melaporkan hal yang menimpa dirinya.
“Ini tindakan lewat hukum. Tindakan premanisme yang dilakukan di lingkungan intelektual,” ucapnya.
Apa Yang Sebenarnya Terjadi?
Mulanya, bekas Wakil Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP itu memang ingin ke rektorat. Hendak berjumpa dengan Rektor Sri Indarti mengenai lanjutan laporan kasus SH. Ia masuk dari pintu sayap kiri rektorat. Akunya, saat itu RMNS bersama mahasiswa lain yang juga ada keperluan.
“Aku sama beberapa orang, ada juga yang mau urus bus katanya. Ada juga beberapa anak URC [Universitas Riau Cendekia],” ungkap RMNS (26/2).
Masih menunggu, ia dengar teriakan seseorang di koridor.
“Kau ngapain ke sini?”
“Aku mau ketemu rektor,” kata RMNS.
“Rektor yang mana?”
Dengar pertanyaan tersebut, RMNS mengaku bingung. Tak lama, GAA dari belakang menarik rambut dan memutar kepalanya.
“Kau tengok siapa ni di belakang kau ini!” ucap RMNS menirukan ucapan GAA.
Satu pukulan dihantam ke RMNS. Tuturan dan cerita tersebut disampaikan langsung olehnya. Pengeroyokan yang diterimanya mengundang Komandan Satuan Keamanan UNRI, Elianto datang. Ia menyelamatkan dan membawanya ke dalam. Bukannya menyusut, di dalam pun RMNS masih terima pukulan.
“Tahan dia tahan dia!” samar-samar ia kembali mengingat kata-kata GAA.
Pemukulan masih berlanjut. Satpam pun melindunginya dari pukulan. Pukulan-pukulan itupun tak dapat dihindari dari satpam, kepalanya jadi sasaran. Hal yang tak terlupakan oleh korban, sempat terdengarnya lontaran dari mereka.
Kau fitnah aku pelecehan seksual, ya!
Kau jelekkan nama jurusan aku, ya!
Baca: BLM FISIP UNRI Nonaktifkan Sementara Terduga Pelaku Kekerasan Seksual
Hindari pukulan lanjutan, RMNS naik ke lantai dua ruang senat. Ia bersembunyi di bawah meja.
“Itu pintu kututup, lampu kumatiin, tirai kututup,” lanjutnya.
Dari dalam ruangan, ia masih mendengar ributnya langkah kaki mereka yang berusaha masuk ke dalam. Namun, ditahan oleh seseorang yang tak diketahuinya.
“Aku dah pasrah. Kayanya kalau aku mati, yasudahlah aku mati. Seenggaknya aku tahu aku mati di jalan yang benar,” tuturnya pasrah.
Tak lama kemudian, RMNS dievakuasi oleh Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat atau Bhabinkamtibmas. Ia dibawa ke kantor polisi untuk buat laporan atas permintaannya. Laporan ini ditujukan agar bisa dapatkan surat rekomendasi visum. Kondisinya masih parah saat itu. Ia muntah-muntah hingga keluarkan lendir darah. Luka di wajahnya pun tak terelakkan. Kondisi ini ia alami sampai ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk lakukan visum.
“Posisiku lemas, penglihatanku kabur. Ga enaklah,” katanya.
Hingga pemeriksaan usai, ia kemudian dirawat inap di Rumah Sakit Prima. RMNS divonis geger otak ringan dan mengaku ada gangguan pada mata. Pandangannya kabur dan susah melihat saat ada cahaya. Rencananya, ia akan melanjutkan pengobatan di luar negeri.
“Antara Singapura atau Penang, tapi masih belum pasti dimananya,” ungkap mahasiswa angkatan 2019 ini.
Kesaksian Pegawai Rektorat
Pengakuan RMNS ini dibenarkan oleh mereka yang jadi saksi. Pegawai rektorat Syafri adalah orang yang membawanya ke kantor polisi. Sayangnya, Syafri belum berada di lokasi saat pengeroyokan. Ia hanya membantu pengantaran RMNS saja.
“Saya datang pas kaca sudah pecah,” jelasnya lewat telepon WhatsApp, Senin (27/2).
Keadaan korban yang tampak ketakutan dan terluka di lantai dua, spontan saja membuatnya pergi mengantar RMNS ke luar. Bersama Jhoni, sopir wakil rektor III, ia dan Syafri melaju dengan mobil.
Keterangan juga datang dari Elianto. Komandan Satpam UNRI ini terlibat langsung dalam penyelamatannya. Saat itu, ia ingin selamatkan Iwan. Salah satu anggota satpam yang dikerumuni massa. Usai mengamankan Iwan, tampak olehnya ada kerumunan di pintu sayap kiri rektorat, ternyata RMNS.
“Saya sembunyikan di ruang senat, di lantai 2. Saya sembunyikan sementara,” ungkap Elianto (28/2).
Sebelumnya, Elianto sempat terkena pukulan juga di kepalanya. Saat melindunginya dari pukulan.
Tambahnya lagi, aksi massa sempat naik ke lantai empat rektorat, tempat acara pelantikan berlangsung. Saat itu, tutur Elianto, RMNS ditinggal sendirian di ruang senat. Ia hampiri aksi massa yang naik ke atas. Di sana, para satpam berusaha menghalangi.
Desakan itu membuat salah satu satpam bernama Muhammad Sholeh pingsan lantaran tersikut ulu hatinya. Tak hanya Sholeh, dua satpam lainnya luka-luka di tangan terkena serpihan pintu kaca rektorat yang pecah akibat aksi dorong satpam dan mahasiswa.
Kericuhan aksi demonstrasi ini disayangkan oleh Elianto. Ia mengaku kewalahan. Padahal katanya, demo yang berlangsung biasanya kirimkan surat ke rektorat terlebih dahulu. Tapi hari itu, nihil kabar dari mereka yang bersangkutan.
“Kalau ada pemberitahuan besok akan ada aksi, toh anggota kita yang libur pun akan dipanggil,” terangnya.
Lanjut Elianto, pelantikan wakil dekan sempat dihentikan sebentar. Namun, tetap dilanjutkan hingga acara selesai. Wakil rektor I, II, dan kepala biro pun saat itu turun ke bawah berjumpa dengan para aksi demo. Bahkan mediasi juga sempat berlangsung, namun tidak membawa titik terang.
Sayangnya, kamera tersembunyi atau CCTV saat itu tak menyala. Tapi kata Elianto, ada salah satu satpam yang merekam kejadian selama berlangsung.
Pengacara Lembaga Bantuan Hukum Pekanbaru sekaligus kuasa hukum RMNS, Noval Setiawan beri tanggapan perihal ini. Pengeroyokan yang menimpa kliennya tercatat dalam Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentang Pengeroyokan. Hal ini juga dibenarkan oleh Kanit Reskrim Polsek Tampan Aspikar.
Berbunyi Barangsiapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan.
(2) Tersalah Dihukum:
1. Dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun jika seseorang dengan sengaja merusakkan barang atau jika kekerasan yang dilakukannya itu menyebabkan sesuatu luka;
2. Dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun jika kekerasan tersebut menyebabkan luka berat;
3. Dengan penjara selama-lamanya dua belas tahun jika kekerasan tersebut menyebabkan kematian orang lain.
Penulis: Ellya Syafriani
Editor: Andi Yulia Rahma